4. Freak.
“Natalie, bangun,” kata seorang pria. Sepertinya aku kenal suara ini, lalu aku membuka mataku.
“Xavier? Sedang apa kau?”
“Kau aneh, sedang apa kau di taman dengan pakaian seperti ini? Tertidur ditikar kotak - kotak? Kau tidak seperti biasanya.”
Lalu aku segera berdiri dan melihat diriku. And guess what? Aku memakai gaun berwarna merah jambu, berenda pula, lalu rok sedengkul dengan corak yang sama dengan gaunku, sepatu flat warna lembayung dan bandana pita yang sewarna. Aku hanya diam saja dengan penampilan badutku.
“Hey, apa ini keranjang piknikmu?” Lanjut Xavier, lalu ia memeriksa keranjang piknik yang entah dari mana asalnya.
“Wow, aku kebetulan lapar dan bisa membuat sandwich, tenang akan kubuatkan untukmu.”
“Eh, terima kasih.” Dia diam saja dan tak lama kemudian jadilah sandwich, sepertinya enak.
“Kembali.” Jawabnya.
Lalu aku memakan sandwich buatanya.
“Enak, hmm, kenapa kau bisa tahu aku disini?” Tanyaku.
“Eh, entahlah, mungkin karena aku harus membangunkan kau yang tetidur.”
Dia hanya terseyum simpul.
“Tapi aku suka kok.”
“Apanya Xavier? Kau ini bicara apa?”
“Penampilanmu, kau manis dan cantik. Tidak seperti preman kantor.”
“Brengsek.”
“Hey, aku belum pernah melihatmu memakai pakaian selain warna hitam, abu - abu, putih dan celana jeans, dan ternyata kau cantik kalau begini.”
Lagi pula memang benar yang dikatakan Xavier, ini pertama kalinya aku memakai pakaian dengan warna lain, seumur hidup, hanya warna hitam, abu - abu dan putih plus celana jeans atau celana hitam yang pernah kupakai, dan aku jarang memakai warna putih, biasanya kalau ke pemakaman, aku berpakaian putih. Lalu ada suara yang berdengung diteligaku, suara wanita, siapa?
“Natalie? Natalie? NATALIE!! BANGUN!!”
“Eh?” Lalu aku terbangun dari tidurku, ternyata aku hanya bermimpi. Suara wanita aneh ini ternyata Lena. Mungkin karena ancaman Irene Adler brengsek itu aku jadi kepikiran Xavier.
“Lena, kau habis menelan mikrofon ya? Dan itu berisik.” Protesku.
“Sekarang sudah jam 05.00 pm. Kau mau tidur terus?” Omelnya.
“Berani kau memarahiku? Oh, ternyata kau…” Kataku sambil berdiri dan menumbuhkan kuku – kukuku menjadi panjang dan runcing.
“Okay, Nat, aku minta maaf, tapi mungkin kau harus mandi.” Jawab Lena memelas dan merasa berdosa.
“Okay, aku akan mandi.” Lalu aku langsung menuju kamar mandi. Aneh sekali, kenapa aku memimpikan Xavier?
Tidak lama kemudian aku selesai mandi dan pakai baju. Aku ingin menghilangkan gambaran sisi preman dan kewanitaan yang dimimpiku. Jadi aku memakai boot tetapi bukan yang panjang, jeans pendek dan tank top hitam tentunya.
“Okay, ayo ke lobby utama dan bertemu dengan Silvanna dan kawan – kawannya.”
Kata Lena.
“Okay, ayo berangkat.” Kataku.
Lalu kami segera berangkat.
Setelah sampai di tempat tujuan, dari belakang terdengar suara Delano dan Kurt. “Tunggu kami!!!” Kata Delano.
“Dasar para lelaki lelet.” Omel Lena.
“Ini, Kurt, tadi dia beseran.” Delano memberi alasan.
Kurt diam saja dan menunduk seakan tertindas.
“Delano, dasar kau, padahal kau kan yang beseran, jangan menuduh orang sembarangan, tadi aku membaca pikiranmu dan Kurt, dasar tidak mau disalahkan.” Aku menegur Delano yang selalu menindas Kurt ini.
“Eh? Ketahuan rupanya. Maaf Kurt.” Delano meminta maaf dengan tidak ikhlas pada Kurt.
Kurt diam saja dan mengangguk, Delano memang selalu mencari kambing hitam.
“Sudahlah kawan, Silvanna dan lainnya sudah datang.” Kata Belinda.
“Hey, apa kalian sudah lama menunggu? Ayo berangkat.” Kata Silvanna.
“Okay, time is money ayo berangkat.” Celetuk Lena. Aku heran dengan Lena, sudah pelit, motto Lena saja Time Its Money, tapi boros dan hobby belanja, wanita aneh.
Lalu kami segera berangkat.
Posisiku di jalan setapak dekat hutan. Saat perjalanan hampir tiba di tempat yang dimaksud, aku melihat seorang wanita dan anak lelaki dipangkuannya, dengan keadaan setengah tewas, sekarat lah, kalau dari baunya, mereka setengah vampire, seperti Belinda.
“Tolong kami, anak muda.” Kata wanita itu lirih. Lalu kami menghampirinya.
“Kalian kenapa? Aku Belinda dan ini Natalie, kami akan menolong kalian.” Kata Belinda.
“Aku Lila, dan ini Jackie, adikku, dia diserang oleh Claudio.” Terang wanita ini, ternyata dia masih muda, tapi wajahnya terlihat tua, kupikir Jackie anaknya, hipotesaku meleset.
“Okay, Lila, Belinda akan membawamu ke tempat yang aman, dan kau Belinda, cepat kau bawa mereka ke tempat yang aman, kalau sudah hubungi aku, okay?” Peintahku.
“Okay, Natalie, aku pergi dulu.”
Lalu ia langsung pergi, ternyata berguna juga Belinda itu. Dan aku mengejar Patricio dan Claudio. Untunglah, jadi Belinda tak perlu berkondisi seperti Jackie dan Lila, ya darah muda memang menggairahkan.
Lalu aku memasuki hutan. Dan menulusuri jalan setapak tersebut. Dan semakin lama, aku merasakan hawa vampire haus darah.
Makin lama, makin jelas dan terasa, aku langsung memanjat pohon dan mengintip, ternyata ada bangsa Pegasus, unicorn dan elf. Lalu aku mulai mencuri dengar.
“Giuseppe, ayolah, kau kan kawan lama kami, bolehkan meminjam seekor Pegasus, unicorn dan dua pasang elf?”
“Untuk apa kau meminta hal semacam itu? Kalian pikir kami makhluk seperti apa?” Kata Giuseppe, Pegasus kenalanku.
“Okay, langsung kemasalah utama, kami hanya meminta satu ekor Pegasus dan unicorn. Kami hanya meminta seekor, untuk diminum darahnya dan direbus dagingnya, dan elf untuk melayani kami, masa tidak boleh?” celetuk Claudio, sepertinya mereka sudah lama berdiskusi.
“Bodoh kau, kenapa bilang, dasar.” Bisik Patricio. Jadi memang benar, Claudio tidak sabaran dan bodoh, terlihat jelas sekarang perbedaan mereka.
“Ok, karena niat kami sudah dibongkar, kami harus membunuh kalian.” Spontan Patricio.
“Kurang ajar kalian, langkahi dulu mayatku, Patricio.” Celetuku.
“Siapa dan dimana kau?” Patricio kaget.
“Masa tidak tahu? Apa aku kurang tenar ya?” Lalu aku turun kehadapan mereka.
“Nathalie?” Kata Claudio.
“Hey bodoh, bukan Nathalie, tapi Natalie, apa aku harus mengeja hurufnya?”
“Pendengaranmu boleh juga, akhirnya aku bertemu denganmu.” Kata Patricio.
“Hello Giuseppe, sepertinya kalian harus pergi. Aku akan menahan mereka.”
“Baik Natalie, kau hati – hati, kawan – kawan, ayo kita pergi.” Perintah Giuseppe. Lalu mereka semua pergi.
“Okay. Kau mau pertarungan Natalie? Dan Claudio, cepat pergi dari sini, dengan kemampuanmu yang seperti ini, kau tak akan mampu mengalahkannya, pergilah sebelum kau mati.” Celetuk Patricio.
“Baik, tidak adil rasanya, bila melawan wanita dengan tenaga ganda.” Kata Claudio, dan ia langsung pergi, tapi sebenarnya ia hanya takut padaku, dasar lelaki keparat.
“Mereka makhluk suci yang terlindung, bodoh, hanya vampire yang tidak bermoral yang mampu melakukannya, menambah kekebalan dengan cara seperti itu.” Lanjutku.
“Sombongnya kau, Natalie.”
“Huh, laki – laki bodoh, ayo serang aku.”
Lalu ia mulai menyerangku, ia mencoba menendangku, tapi aku berhasil menangkisnya, dan aku memberi pukulan maut kewajahnya, dan tentu saja kena.
“Ha – ha, dasar payah.” Celetuk seorang pria yang suaranya sepertinya kukenal.
“Hey, kau kan, Nara, Xavier Wolfgang Nara? Benarkan? Tak kusangka aku hafal nama lengkapmu.” Celetuk Patricio yang mencoba bangun dari jatuhnya, sepetinya giginya ada yang mau copot, eh tidak, giginya memang copot, atau karena faktor usia, jadi dia sudah ompong?
“Xavier? Sedang apa kau disini?” Aku mulai bertanya penasaran.
“Kamu baik – baik saja kan?” Jawabnya.
“Tentunya.”
“Dua sejoli yang cocok, aku tidak percaya seorang Natalie punya pacar, orang tanpa perasaan sepertimu, sungguh abnormal.”
“Dia bukan pacarku, brengsek, beraninya kau mengataiku abnormal, kau sendiri tdak laku terhadap wanita, pasti kau menyukai pria kan? Harusnya sebelum menghina vampire lain abnormal, kau mengaca dulu pada diri sendiri, siapa yang abnormal!!!” Jawabku ketus.
“Diam kau nenek sihir,” Patricio mulai menyerang, kurang ajar dia mengataiku nenek sihir. Tapi tunggu, kenapa dia balik arah?
“Seperti biasa, dia kabur, ayo Natalie.” Kata Xavier, lalu ia memegang tanganku dan segera mengikuti Patricio, dasar pengecut.
Tapi tunggu dulu, kenapa ini? Kenapa aku merasa deg – degan? Sudahlah, tak usah dipikirkan.
“Sebentar, Xavier, kau bilang seperti biasa?”
“Iya, dia memang pecundang, berarti dia merasa akan kalah.” Jelasnya.
“Apa dia punya kelebihan? Maksudku, apa dia termasuk musuh yang sulit atau mudah dikalahkan?”
“Ada, kalau melarikan diri, dia ahlinya, ya kalau kabur maksudku.” Lalu Xavier menambah kecepatannya dan memegangku tanganku lebih erat lagi. Mungkin Xavier memang berpengalaman mangejar maling, perampok atau pencuri, terlihat dari caranya berlari yang berbeda, atau karena faktor kelamin? Patricio larinya cepat sekali. Sial, makin lama, makin tidak jelas, dan badan Patricio hilang sama sekali.
“Pasti dia telah membuat tempat persembunyian.” Kata Xavier, lalu ia berhenti, tentu aku juga berhenti.
“Huh, lelah juga mengejarnya.” Gerutuku.
Dia hanya diam saja, tanpa respon.
“Tapi, kenapa kau bisa disini?” Lanjutku.
“Eh, entahlah, memangnya kenapa?”
“Aneh saja. Dan apa kau suka berkelahi dengan Patricio?”
“Tidak, tapi, aku pernah membela orang tua, dan sempat terjadi perkelahian kecil.”
“Oh, kau suka jalan – jalan ke Paris?”
“Tidak juga. Ada lagi yang mau ditanyakan?”
“Ya.”
“Apa?”
“Kenapa kau terus memegangi tanganku?”
Lalu Xavier melepaskan tangannya dari tanganku.
“Sudah dilepas kan, ada lagi?”
Aku diam saja dan menatapnya. Aneh memang. Lalu dia pergi begitu saja.
“Hey, Xavier.” Teriaku spontan.
“Apa lagi.” Dengan cepat dia kembali dan muncul dihadapanku.
“Terima kasih, karena telah membantuku.”
“Okay.”
Lalu ia pergi lagi. Aneh sekali, kenapa rasanya waktu berjalan begitu cepat.
Lalu tidak lama Giuseppe dan Felix, unicorn kenalanku, serta Chiquita, elf kenalanku datang.
“Hey, Natalie.” Kata Giuseppe.
“Giuseppe, tenang, aku akan membantumu, akan kulaporkan perbuatan dua bersaudara gila itu.”
“Terima kasih, lalu apa rencanamu?” Tanya Chiquita.
“Chiquita, mungkin aku akan mengimigrasikan kalian, ke daerah Asia, mungkin ke Indonesia. Kau tahu Elisa kan? Dia dari Indonesia yang akan menjaga kalian.”
“Bagus, aku igin secepatnya pindah.” Keluh Felix.
“Sudahlah, tenang, kalau begitu, sementara kalian akan aman. Tapi untuk munggu depan, aku tidak dapat menjamin.”
“Sip, terima kasih Natalie, Felix, Chiquita, ayo kita pergi.” Perintah Giuseppe.
Lalu mereka pergi, dan singkat sekali pembicaraan kami. Kasihan, daya produksi mereka memang rendah, jadi kalau diburu terus, bisa kacau, atau dengan kata lain, punah.
Lalu aku segera kembali ke kota. Aku menelepon Belinda, dan ternyata dia ada di VHO Hospital in Paris. Langsung saja aku kesana. Dengan secepat kilat, aku menuju rumah sakit itu. Tapi kalau dipikir lagi, aku tidak melihat werewolf. Jangan – jangan memang benar, Patricio pasti merekrut beberapa werewolf untuk membantu mereka, tapi apakah itu benar? Bisa kacau urusannya kalauy benar, tapi dari cara Patricio kabur, sepertinya kecepatannya diatas normal. Aku harus bertanya tentang info werewolf lagi, mungkin Estella atau Chantal tahu. Lalu tidak lama kemudian aku sampai di VHO Hospital. Ternyata rumah sakitnya bersebelahan dengan kantor pusat VHO Paris. Lalu aku menelepon Belinda.
“Halo? Nat kau dimana?” Jawab Belinda.
“Aku di pintu masuk rumah sakit. Kau bisa kesini?”
“Oh, okay, aku akan menjemputmu, kau tunggu disana ya.” Lalu Belinda memutuskan teleponnya.
Lalu tak lama aku melihat Belinda berlari dari kejauhan. “Hey, santai, Belle. Relax dulu, okay.” Kataku.
“Huh, mereka selamat.” Kata Belinda dengan nafas terengah – engah.
“Bagus, mereka bisa dijadikan saksi saat Ernesto Bersaudara itu diadili.”
“Ya, tapi Jackie masih butuh istirahat, tidak sepertimu yang memunyai stamina tak akan habis.”
“Tapi capek juga mengejar Patricio. Okay, kau akan kuberi tanggung jawab melindungi saksi. Okay, kalau begitu aku ingin ketempat Chantal dulu.”
“Eh, kenapa?”
“Ada hal yang harus kutanyakan.”
“Okay, sampai ketemu ya, Natalie.”
“Ya, cepat kau temani mereka.”
“Baik.” Lalu Belinda langsung ke kamar Jackie.
Aku lantas menelepon Chantal.
“Hallo?” Jawabnya.
“Chan, kau ada dimana?”
“Nat? Aku ada di VHO Paris.”
“Okay, temui aku disana.” Lalu langsung kututup teleponya. Aku segera berlari menjuju VHO. “Halo Natalie,” Sapa Estella.
“Este, apa Chantal sudah datang?”
“Aku disini, Natalie. Kau baik – baik saja?” Tanya Chantal.
“Ya. Okay, bisa kita berbicara.” Tanyaku pada mereka.
“Okay, mari duduk di lobby utama.” Kata Estella.
“Kita ada di lobby utama.” Celetuk Chantal.
“Oh, iya, aku lupa, mari duduk disebelah sana.” Kata Estella, ternyata dia pikun juga. Lalu kami duduk, dan Estella memerintahkan pegawainya untuk menyediakan kami teh hangat.
“Begini, aku ingin bertanya, apa Patricio atau Claudio, apakah mereka memakan daging dan meminum darah werewolf?” Tanya diriku.
“Ya, dan ada korban yang selamat, dia ada di VHO Hospital.” Jelas Chantal.
“Bagus siapa namanya?” Tanyaku lagi.
“Esmeralda Ruby.” Jelas Estella.
“Oh, tapi yang aku bingung, kenapa dia selamat?”
“Saat itu, Patricio dan saudara bodohnya Claudio, memangsa sepasang werewolf, dan, Patricio memangsa yang jantan, ia berhasil meminum habis darah mangsanya itu, dan dagingnya dibawa pulang untuk direbus dagingnya supaya lebih afdol, dan bodohnya Claudio memangsa yang betina, dan, kesalahan fatalnya ia hanya ia hanya dapat setengah darah dari, tubuhnya, dan dia terserang pasukan werewolf lain, dan werewolf itu berhasil kami selamatkan untuk menjadi saksi dalam persidangan yang entah kapan dimulainya,” jelas Chantal,
“Karena mereka belum tertangkap, pasti werewolf itu Esmeralda.” Aku memotong pembicaraan Chantal.
“Yup.” Jawabya.
“Es, bolehkah aku mengunjunginya?”
“Tentu Natalie, kapan saja kau mau.”
Lalu kami langsung mengujungi Esmeralda, terjawablah rasa penasaranku. Ernesto Bersaudara itu sebenarnya vampire kelas rendah, tidak seperti Giovanni dan Wolfgang, ya, Wolfgang adalah ayah Xavier dan Giovanni adalah partner Wolfgang. Mereka adalah pasangan vampire most wanted yang paling ditakuti walaupun tidak kanibal.
Lalu tak lama tentunya kami sampai di rumah sakit. Dan kami langsung menuju ruangan VIP di lantai lima untuk menengok Esmeralda. Tak lama setelah kami sampai didepan pintu kamarnya, kami langsing masuk dan ternyata Esmeralda sedang membaca novel, untungkah ia belum tidur.
“Miss Ruby, kau kedatangan tamu.” Kata Estella. Lalu ia hanya menengok dan tersenyum padaku. Ada bekas luka – luka kecil diwajahnya, dan tangannya yang masih diperban. “Hello, aku Natalie. Senang bertemu denganmu.” Sapaku padanya.
“Aku Esmeralda, senang juga bertemu dengan vampire sepertimu. Kau sangat hebat. Maaf dengan keadaanku yang seperti ini.” Jawabnya.
“Tidak masalah, aku tahu, dua keparat brengsek itu memang tidak bermoral.” Aku menyemangatinya. Ia hanya tersenyum.
“Esmeralda, bolehkah aku bertanya padamu?” Tanyaku.
“Ya, dengan senang hati aku akan menjawab.” Respon yang menyenangkan ditelingaku.
“Seberapa besar pengaruh kekuatan werewolf pada vampire?”
“Werewolf? Oh, hmm, sebenarnya cukup kuat, dan mengerikan.”
“Lalu?”
“Efek sampingnya, jika kau tidak bisa mengendalikan kecepatan yang didapat, maka akan kehilangan kendali, karena tubuh vampire dan tubuh kami berbeda. Dan keunggulannya, dalam hal berlari, tentu akan lebih cepat, dan mempengaruhi kekebalan tubuh, tapi bukan sistim imun, dan ketahanan terhadap suhu dingin. Tetapi efek itu baru terasa jika sudah beberapa tahun.” Jelasnya. Jelas hal ini sangat berguna dan cocok untuk maling, kurasa.
“Apa, hal ini akan abadi?”
“Sayangnya iya, tapi kau tetap bisa melakukan hobby yang kau tekuni itu.”
“Maksudmu, Esmeralda?”
“Maksudnya membunuh lah, apalagi.” Celetuk Estella.
“Sssttt, kau mau dibunuhnya ya?” Tanya Chantal.
“Huh dasar, baguslah, apa ada celahnya untuk mengalahkan makhluk seperti Patricio?” aku bertanya lagi pada Esmeralda.
“Ya, buatlah dia lelah. Itu akan langsung berpengaruh pada jantungnya yang akan berdebar – debar.”
“Bagus, terima kasih atas penjelasanmu, Esmeralda.”
“Sama – sama.”
“Kalau kau hanya mau bertanya hal seperti itu, aku juga bisa menjawabnya.” Celatuk Estella.
“Tampangmu saja tidak meyakinkan.” Jawabku sinis.
“Huh, sok tahu.” Gerutunya.
“TERSERAH...” Jawabku dengan tampang yang tidak bersahabat.
“Tadi, Patricio mengirimkan aku telegram, katanya ia akan menyerang London.” Celetuk Estella lagi.
“What, telegram? Memangnya sekarang sudah abad keberapa? Kuno sekali.” Responku.
“Kau tahu, telegram zaman dahulu yang masih antik masih suka kami pakai tahu.” Protes Estella dengan nada datar.
“Okay, lalu kapan mereka akan menyerbu London?” Tanya Chantal.
“Entahlah Chan, aku tidak tahu. Okay, Natalie, mungkin aku hanya bisa menemanimu sampai sini. You know what? You look so ‘hot’ today.” Kata Estella.
“Maksudmu?” Tanyaku.
“Cerna saja sendiri, okay, aku pergi dulu, selemat malam.” Katanya pada kami, apa coba maksudnya?
“Okay, Chantal, aku ingin bicara denganmu.” Kataku.
“Esmeralda, semoga cepat sembuh ya, kami pamit dulu.” Kata Chantal yang sepertinya tidak memperhatikanku.
“Ok, terima kasih telah menjengukku, Natalie, Chantal.”
“Sampai jumpa.”
Lalu kami keluar dan aku mengajak Chantal ke tempat yang enak dibuat bicara. Aku lalu keluar rumah sakit, dan melihat balkon di kantor VHO. Dengan teknologi sekarang, mungkin kita lebih baik naik lift.
Setelah sampai, Chantal mulai bertanya padaku.
“Ada apa?”
“Begini Chantal, pertama aku merasa ada dua orang yang mengikutiku.”
“Okay. Lalu?”
“Yang pertama tidak terasa hawanya, dan aku selalu merasa dia mengawasiku, dan ia juga telah memberi surat ancaman padaku. Yang kedua aku merasakan hawanya, dia selalu megawasiku, tapi dia berbeda dan bukan sipengirim surat terror itu. Dan untuk orang yang kedua ini, sepertinya aku kenal dengannya.”
“Untuk surat ancaman, mungkin kau tidak mempedulikannya.”
“Tepat.”
“Mungkin kau punya penggemar. Seorang pria mungkin?”
“Entahlah. Aku tidak peduli akan itu, tapi memang sepertinya ada yang menggangu pikiranku.” Lalu aku tiba – tiba teringat Xavier. Apakah memang dia?
“Kenapa kau begitu gelisah Natalie?” Tanya Chantal.
“Entahlah. Tidak terasa aku akan kembali ke London, padahal, Paris adalah kota kelahiranku.”
“Ya, tapi, kau sebenarnya…” Omongannya terputus.
“Sebenarnya apa? Chantal kau mengunci pikiranmu ayo katakan.”
“Tidak, lupakanlah. Sudahlah, aku ingin istirahat. Malam Natalie.” Lalu Chantal meninggalkan aku begitu saja.
Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Lalu aku menelepon mama utuk disiapkan tiket menuju London. Sepertinya Chantal tahu sesuatu, apa Cuma perasaanku saja?
Setelah itu, aku kembali ke hotel dan beristirahat.
…
Keesokan harinya…
“Lena bangun, pemalas.” Gerutuku.
“Eh, sudah pagikah?”
“Dasar bodoh, kau pasti mabuk ya semalam, mulutmu bau alkhohol.”
“Hanya sedikit, lagi pula, aku, eh, kota Paris semalam aman – aman saja.”
“Ya, tapi hanya didaerahmu saja, Patrice, Sonya, Dean, Georgina, Silvanna bahkan Kurt harus mengahadapi anak buah Patricio, dan katanya Kurt berhasil mengejar Claudio yang kabur, walaupun hasilnya nihil, Claudio berhasil kabur, kau malah berduaan dengan Delano.” Omelku.
“Maaf.” Katanya.
“Lain kali kau tidak akan aku ajak, dasar manager keuangan yang payah. Seharusnya kau tidak pantas mendapatkan gelar itu, akan kuadukan pada Katherine.”
“Jangan, kau jahat sekali.” Protesnya yang tidak berdaya itu.
“Aku tidak peduli, Belinda, jangan lupa kau catat ini dalam laporan perjalanan ya.” Peritahku pada Belinda.
“Siap boss!!” Seru Belinda.
“Bagus. Dan Lena, cepat kau mandi, kita akan pulang.” Komandoku.
“Apa??? Kita akan pulang? Padahal aku belum puas berjalan – jalan.” Keluh Lena.
“Kau ini ya, sudah pelit, tapi suka belanja, dasar aneh. Cepat mandi sana!!!” Omelku lagi. Lalu, Lena langsung menuju kamar mandi, Belinda hanya menggelengkan kepala. Apa tidak ada lagi vampire yang lebih berguna yng bisa diandalkan?
TOK - TOK - TOK. Seseorang mengetuk pintu. Lalu Belinda membukakan pintu.
“Kurt? Ada apa?” Tanya Belinda.
“Eh, tidak, boleh aku masuk?”
“Tentu Kurt, ada apa?” Tanyaku.
“Begini Natalie, Delano belum bangun dan ia tidak percaya kalau kita akan pulang hari ini.”
“Pria gila, okay, aku akan mengecamnya, sekalian ultimatum akan keluar dari mulutku.” Responku mungkin terlalu menyeramkan, tapi Delano selalu menindas Kurt, sebagai ketua, aku harus bersikap adil.
Lalu aku langsung menuju kamar Delano dan membangunkannya dengan gayaku. Aku lantas masuk kamarnya dan menduduki perutnya.
“Delano, Delano, DELANOOO!!!!” Aku berteriak diwajahnya.
“Eh, Natalie?” Delano terbangun kaget dan guncangan dari kagetnya membuatku jatuh kepelukannya. Dan ini masih posisi tidur.
“Apa – apaan kau ini?!” Marahku. Lalu aku segera bangun dan turun dari ranjang tentunya. Karena memang tidak ada untungnya berlama – lama bersama dengan Delano diatas ranjang.
“Hey, pria cabul, cepat kau mandi atau kau akan kutinggal, ingat, masalah ini akan dibicarakan di London, bodoh.” Lanjutku.
“Pria cabul?”
“Entahlah apa artinya tapi teman – teman memanggilmu begitu kan? Sebelum kepalamu kujadikan pajangan didepan kandang anjingku, lebih baik kau mandi.”
“Iya, iya, mandi, mandi, tunggu ya…” Delano yang ketakutan lalu dengan terburu – buru menuju ke kemar mandi. Ini team terburuk yang pernah ada.
Lalu setelah semua sudah mandi dan siap, kami berangkat menuju London, berbeda dengan keberangkatan sebelumnya, kedatangan rombongan kami dengan pesawat jet pribadiku, ya, karena aku tidak mau naik pesawat umum karena kemarin pramugarinya tidak sopan, huh, dasar manusia.
Lalu Sonya mengantar kami dengan SUV yang dia miliki, dan Dean, Patrice, Georgina, Silvanna, dan Ester mengikuti kami dari belakang dengan mobil Estella. Dan Chantal ikut ke London bersama rombonganku. Tapi ada satu yang terlupa, Xavier, entah ada dimana dia. Tanpa mempedulikannya, kami berangkat menuju bandara.
Lalu kami berpamitan dengan kawan – kawan VHO Paris. Tanpa berlama – lama, kami berangkat menuju London.
Aku duduk ruangan privasiku bersama Chantal. Dan yang lainnya duduk dilain tempat. Mereka ada di sofa didepan, tempat duduk pesawat ini kurancang berbeda dari tempat duduk pesawat biasanya. Aku menggunakan sofa berwarna hitam, dan memanjang mengikuti panjang pesawat, lalu disediakan safety belt, lalu sofanya bisa memanjang untuk kita berselonjor, dan disetiap sela untuk duduknya, ada tempat untuk menaru barang, baik minuman atau buku.
“Wow, ini pesawat atau café sih? Keren sekali!!” Komentar Lena.
Ya, memang ada bar kecilnya, bahkan ada lorong menuju ‘Luxurious Jacuzzi.’ Ya, coraknya juga kubikin klasik dan mewah. Lalu aku langsung ke ruanganku yang tak kalah mewahnya dengan bioskop kecil, sound system yang jempolan, yang nanti bila menyetel lagu, bisa disambungkan ke ruangan penumpang biasa tadi. Lalu aku duduk dan menyalakan musik jazz, dan aku mulai mengoblol dengan Chantal.
“Lucifer Sandy, kau tahu tentang dia?” Chantal membuka topik dengan menanyakan hal yang kebetulan aku tidak tahu.
“Tidak, memang kenapa?”
“Kau tidak tahu? Sallie dan Shellie Zee? Masa kau tidak tahu?”
“Siapa pula mereka?” Jawabku.
“Well, Lucifer adalah pemimpin kepolisian Swiss, tepatnya di kota Bern, Sallie dan Shellie adalah agen terbaik disana. Dan mereka mau menemuimu, nanti di London.”
“Ada urusan apa mereka mau menemuiku, Chan?”
“Entalah.” Jawabnya polos.
“Chantal, kau ini, apa negara Swiss sedang terkena bencana juga?”
“Tidak, mereka tidak seperti Paris kok.”
“Okay, terima kasih infonya.”
“Sama – sama Natalie. Yang kau ceritakan kemarin padaku, sudah tidak ada masalah?”
“Tentunya itu masih yang kupikirkan. Aku tidak mengerti, hmm, ini surat yang dikasih peneror itu.”
“Pesawat yang bagus.” Chantal tidak memperhatikanku sepertinya dan lebih peduli pada pesawatku, untung saja tidak kutunjukan kapal pesiarku, mungkin aku harus menyediakan ember untuk menampung air liurnya.
“Tentu, ini milikku, kalau milik mama beda lagi. Mama lebih modern kesannya.”
“Kalian kaya sekali sepertinya.” Chantal mukanya terlihat heran.
“Kan VHO milik keluargaku, penghasilan kami dari rumah sakit, perumahan vampire, apotik vampire, butik, dan beberapa tempat hiburan mlik keluargaku. Ya, ini hanya sebagian kecil saja.” Jawabku santai.
“Kau ini. Perumahan maksudmu itu, adalah perumahan khusus vampire kan?”
“Ya, tapi kita tidak punya apartmen, seperti tempat tinggalmu. Sejujurnya rencana kedepan, kami akan bekerja sama dengan beberapa pengusaha untuk apartment.”
“Ya, itu sebenarnya hanya sementara, aslinya kami tinggal di ‘The Kingdom Residence’, dan milik keluargamu juga kan?”
“Ya, rumahmu memang kenapa? Direnovasikah?”
“Ya.”
“Berapa tahun kau mengontrak di apartment itu?”
“Hanya setahun saja.”
“Oh, apa kau lelah, Chantal?”
“Sedikit.”
Lalu aku memecet tombol yang ada disofa kami duduki, langsung kakinya memanjang dan menjadi tempat tidur.
“Terima kasih Natalie.” Kata Chantal.
“Sama – sama, aku juga mengantuk.” Lalu tanpa panjang lebar, aku mencoba. Aku berharap tidak memimpikan Xavier lagi, tapi kalau dipikir – pikir, apa kemunculan Xavier dalam mimpiku adalah suatu pertanda? Ataukah hanya sekedar bunga tidur biasa? Tapi, aku bukanlah vampire yang bisa meramal.
Atau Xavier memang akan berguna untukku disuatu hari nanti? Seperti waktu ia membantuku melawan Patricio?
Si keparat Patricio itu, akan kuhabisi di London, penjara Evangels akan menantinya, segala bentuk penyiksaan yang tk terbayangkan akan ia rasakan, aku bersumpah akan itu.
Kenapa disaat seperti ini wajah Xavier selalu menghantuiku? Hal ini sungguh mengerikan. Mimpi buruk.
“Natalie? Apa kau tertidur?” Tanya Belinda.
“Hey, Belinda, tidak, kenapa?” Lalu aku bangun dan menghampiri Belinda.
“Tidak, aku hanya mau bertanya, bagaimana pendapatmu tentang seorang pria?” Tanya Belinda.
“Yang pertama adalah bertanggung jawab. Seperti apapun wajah, sikap, sifat seorang pria, kalau tidak ada tanggung jawab bukan pria namanya. Aku lebih baik memilih pria yang sikapnya seperti kewanita – wanitaan tetapi bertanggung jawab dari pada yang kekar dan militeritas, tapi tak ada tanggung jawab, itu bukan pria namanya.”
“Oh, kau ada benarnya.”
“Kau ini kenapa?”
“Tidak, ini tentang Kevin.”
“Kekasihmu itu? Kevin Renville kan? Yang dari America.”
“Ya, dia menyatakan perasaanya padaku.”
“Lalu?”
“Aku tentu menerimanya, dia tampan dan baik hati.”
“Lalu apa hubungannya dengan pertanyaanmu itu?”
“Eh? Apa hubungnnya ya?” sudah kuduga, Belinda kalau bertanya hal yang aneh – aneh, pasti tidak jelas tujuannya, dasar makhluk bodoh.
“Kenapa kau tersenyum bodoh seperti itu?”
“Ah, tidak, kau kan yang menurutku anti laki – laki jadi…”
“Maksudmu aku tidak normal dan menyukai wanita? Dasar bego.”
“Eh bukan, tapi aku sempat berfikir seperti itu, ternyata aku tidak menyangka kau punya sudut pandang yang berbeda terhadap lelaki.”
“Kau ini menyebalkan, ya sudah kalau tidak ada lagi, aku mau tidur saja, permisi.” Lalu aku berbalik badan.
“Eh tunggu Ntalie, sebenarnya ada hal penting yang ingin kusampaikan.” Belinda menahanku. “Masalah apalagi?”
“Ini tentang seseorang, hmm, lelaki.”
Dan kenapa kalau masalah lelaki, aku sama sekali tidak tertarik…
No comments:
Post a Comment