Wednesday, April 7, 2010

3. Paris

3. Paris.
“Belinda, sedang apa kamu disini?” bentakku.
“Maaf, tapi aku,”
“Disini berbahaya!!!”
“Sudahlah, lagi pula dia kan orang partnermu.” Silvanna membela Belinda.
“Tapi Paris sedang tidak aman, dan diam kau Silvanna anak dari Silvia, dan Belle asal kau tahu, aku bukannya melarangmu, karena aku tahu, kau pasti akan menyusahkanku.” Lanjutku lagi, tentu aku sempat membentak kearah Silvanna, karena aku sempat membaca pikirannya dan dia sengaja membawa Belinda ke Paris. “Okay, Natalie, tapi aku harus datang dan melihatmu, serta melaporkan kejadian yang ada adalah tugasku.”
“Whatever, yang jelas aku tak suka kau disini, kau bisa mati. Terserah, yang penting kau jangan jauh – jauh asal kau dariku, Belinda.”
“Siap, aku janji, Natalie.”
“Sudahlah, Natalie.” Chantal mencoba mendinginkanku.
“Okay, lalu, mau apa kau kesini?” Aku bertanya kembali pada Belinda.
“Aku hanya ingin menengokmu, karena kau suka temperamental.”
“Temperament? Hey, okay, apa kau ingin menyampaikan sesuatu?”
“Ini, sensus penduduk vampire. Vampire berdarah campuran atau yang seperti aku ini, setengah manusia menurun di kota Moscow. Karena kasus kemarin, vampire di kawasan asia populasinya meningkat. Di USA, keadaan stabil, di daerah kita, bernasib sama lah, tetapi di London, vampire sepertimu, atau yang keturunan murni vampire, yang menurun.”
“Kau tahu, aku tak pernah peduli dengan populasi.”
“Ya, habis, kau menanyakan apa aku ada informasi lain?”
“Okay, Natalie, kau jangan galak begitu.” Lagi – lagi Silvanna ikut campur.
“Hay Silva, ikut campur saja. Baiklah, lalu sampai mana pembicaraan kita tadi?”
“Nat, aku bukan ikut campur, tadi sampai tentang riwayat hidup Ernesto Bersaudara.”
“Sudahlah, itu tidak penting, yang penting kelemahan mereka.” Kataku mengakhiri percakapan. Aku malas berdiskusi lama – lama.
“Baik, Natalie, apa malam ini, kau mau berpatroli? Silvanna dapat membantumu.” Tanya Chantal.
“Baik. Aku ingin kita berpencar, ini data tangan kananku yang datang kemari,” kataku sambil menyerahkan sebuah file, “ini ada Lena Ellinwood, Delano Mustang, dan Kurt Cha. Dan ini, ada Patrice Spring, Dean Morales, Sonya Azure, dan Georgina Geraldine” Lanjutku lagi.
“Okay, ditambah anak buah Estella dan Silvanna, jadi ada 9 vampire. Kau tak ingin Belinda ikut kan?”
“Tapi aku ingin ikut, Natalie.” Belinda protes.
“Asal kau tetap dibelakangku, aku capek mendengar ocehanmu, Belle.
“Terima kasih Natalie.”
“Ini peta kota Paris.” Silvanna menunjukan kami peta dan megatur posisi kami.
Setelah berbincang – bincang dan saling mengeri posisi masing – masing, aku akan ditemani Belinda.
Lalu setelah semuanya terencana dengan baik, aku dan Belinda, tentu dengan anak buah Estella dan Silvanna, kami kembali ke hotel. Lalu kami berbicara di restoran hotel dan bertemu dengan kaki tanganku yang berantakan itu.
“Jadi apa kalian paham? Lena, Delano, Kurt, sepertinya kalian terlambat dalam berpikir?”
“Sejujurnya, Nat, kami hanya lelah karena habis melakukan ritual.” Jelas Kurt.
“Maksud kalian?”
“Begini, tapi kau jangan marah ya, Natalie.” Delano melanjutkan.
“Okay, apa?”
“KAMI HABIS PERANG BANTAL.” Serentak Lena, Delano dan Kurt kompak dengan nada yang tanpa dosa.
“Brengsek kalian, aku yang susah payah tapi kalian hanya, ya sudahlah, aku tidak peduli tapi kalian harus siap siaga.” Sebenarnya aku ingin marah tapi, ya sudahlah, ku sedang tidak mood marah.
“Kudengar Ernesto Bersaudara bekerja sama dengan werewolf dan elf?” Celetuk Patrice.
“Maksudmu mereka benar – benar ada?” Tanya Delano.
“Kau tidak tahu sejarah mereka, Delano, ya sudah, kalau itu terjadi, apa yang harus kita lakukan Patrice?” Aku mulai bertanya pada Patrice.
“Entahlah, aku tak tahu, Natalie, katanya, mereka juga, menyakiti unicorn dan bangsa Pegasus, itu juga hal yang fatal.”
“Well, werewolf, elf, unicorn, dan bangsa Pegasus adalah spesies yang dilindungi.”
“Maksudmu?” Belinda bertanya.
“Kau tidak tahu, bangsa Pegasus, Belinda?”
“Tidak, waktu sekolah nilai sejarahku jelek. Jawaban yang singkat dan meyakinkan bukan?”
“YA, kau memang bodoh dan malas belajar, waktu sekolah kita tidak pernah belajar werewolf, unicorn atau bangsa Pegasus secara rinci, kecuali, elf. Elf kita pelajari secara rinci, apa kau paham?”
“Kenapa begitu?” Belinda penasaran.
“Itu blacklist. Kita harus cari tahu sendiri karena mana mungkin sejarah yang begitu mengerikan di sekolah dasar, kita tak seperti manusia, kita hanya sekolah dan belajar di sekolah dasar dan sisanya, sampai umur 15 tahun kita praktek dan mengambil kejuruan. Kita berbeda sekolah kan, Belle?”
“Ya, lalu apa rencana kalian yang ada disini?” Belinda kali ini bertanya pada kami.
“Jam berapa kita akan mulai?” Tanya Dean.
“Jam 06.00 pm.” Jawab Silvanna.
“Okay, aku akan memasangkan kalian team, agar kalian bisa saling membantu. Dean, kau bersama Sonya, Patrice, kau dengan Kurt, Lena dengan Delano, Georgina dengan Silvanna dan aku bersama Belle.”
“Baik, aku setuju.” Jawab Silvanna lagi.
“Aku juga,” Sonya menambahkan.
“Aku, juga, sepertinya yang lain setuju.” Celetuk Patrice.
“Okay, kalau begitu, kita jangan lupa pegang ponsel, iya kan Natalie?” Celetuk Sonya.
“Tentu.”
“Sebentar, Silvanna, namamu Silvanna Trinity kan? Berarti kau ibunya Melinda, iya kan?” Celetuk Kurt.
“Yup, saya ibunya Melinda.” Jawab Silvanna.
“Menurutku, kita harus istirahat untuk jaga kondisi badan.” Celetuk Georgina.
“Aku setuju dengan Gina, apalagi, lokasiku paling jauh.” Tambah Sonya.
“Bukankah lokasi Sonya dan Dean bagus untuk berpacaran?” ledek Georgina.
“Hey, jangan bercanda ya.” Potong Silvanna.
“Maaf, okay lanjutkan.” Georgina merespon. Dasar, bicara apa itu tadi? Pacaran? Aku tidak menegerti, jadi lebih baik diam saja.
“Okay, Lena, kau ikut aku, dan tak ada perang bantal.” Serang aku pada Lena.
“Ampun, Natalie.” Lena memohon.
“Baik, yang lain semuanya istirahat.” Perintahku.
Saat semua kembali keruangan masing – masing kecuali orang suruhan Estella, dan tentunya Silvanna juga ke kantor pusat VHO Paris, sementara aku, Belinda dan Lena pergi menuju kamar. Kurt dan Delano aku suruh untuk membeli persiapan bekal.
Setelah sampai dikamar, Lena langsung tertidur di tempat tidur nyaman itu. Belinda yang pergi menjuju meja computer dan memulai menyusun laporan sekaligus chatting, aku yang masih bingung dengan peneror itu hanya duduk di teras.
“Hey, kau ada masalah, Nat?” Belinda bertanya padaku tentunya.
“Entahlah, Belle, apa Lena sudah tidur?”
“Kurasa, kau kan bisa menebaknya.” Jawab Belinda santai.
“Kurasa kemampuanku diusiaku yang muda ini menurun.”
“Takdir itu, atau apa mungkin kau jatuh cinta?.”
“Cinta? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.”
“Vampire sepertimu? Tanpa sifat dan perasaan tak akan mengerti.”
“Seperah itukah aku, jujur aku iri dengan kalian yang punya perasaan, kenapa aku seperti ini.”
“Justru vampire lain iri padamu, kenapa harus iri?”
“Kalian, ini, bisa merasakan yang namanya tertawa, cinta atau apalah, yang sepertinya menarik dan itulah makna hidup, sedangkan aku?”
“Kau beruntung, kemampuan spektakular yang kau miliki membuat semua vampire tunduk padamu.”
Setelah berbincang – bincang dengan Belinda, aku mendapatkan surat jatuh tapat di pahaku. Tanpa basa basi surat itu langsung kubuka.
Kau bagaikan benalu bagi kami, Natalie.
Asal kau tahu, gerak – gerikmu selalu aku intai.
Jangan lupa pecahkan kode sebelumya yang pernah aku berikan, karena itu adalah petunjuk agar kau dapat mengenaliku.

Dasar bodoh, aku sengaja tidak memblok pikiranku, kau tahu, jawaban kode itu adalah ‘THE SWAN’.
Ya, kau kira kaulah adalah sang angsa?
Cara memecahkan kode ini mudah sekali, UIF RVZM.
UIF = THE. Karena, cara membacanya dengan melihat huruf sebelumnya.
RVZM = SWAN. Tidak seperti sebelumnya, ini dibaca dengan melihat huruf sesudahnya.
Kalau tebakanku benar, kirimlah merpati sucimu kehadapanku, The Swan, pasti dia ada hubungannya dengan kasus vampire Paris yang kutangani saat ini, huh, Sang Angsa?
Benar saja, langsung sepucuk surat putih melayang didepan mataku.
Isinya adalah:

Kau pikir aku ada hubungannya dengan kasus vampire yang kau tangani di Paris?
Satu hal yang aku tidak percayai, dan kukatakan padamu, BODOH!!!

The Swan or maybe, Irene Adler.

Apa ini?
Seperti mesin ketik, dia langsung menuliskannya.
Ada dimana dia?
Entahlah, aku malas mencarinya dan ingin bermain dengannya.
Memang aku sengaja tidak memblok pikiranku. Whatever. Ini sepertinya memang terror tidak penting.
“Aku ingin tidur, Belle, kalau kau tidak ingin tidur, nanti bangunkan ya.” Aku berkata lagi pada Belinda, dia hanya menganggukan kepala. Seriusnya, apa sih yang dilakukan?
Walaupun aku dingin dan datar, tapi aku tetap tidak ketinggalan zaman. Aku lalu berbaring dengan sambil mendengarkan lagu lewat iPod lalu headset ketelingaku, dan mendengarkan lagu, megiringiku tidur, lagu yang sedang ditangga lagu teratas tentunya yang didengar. Lalu aku tidak lama aku tertidur dan mungkin bermimpi.
Semoga mimpi indah yang kudapat untuk menerangi pikiranku.

No comments:

Post a Comment