2. Welcome to My World.
Seperti yang dijadwalkan, hari ini aku harus pergi ke Paris pada pukul 06.25 am, dan pagi ini kami sudah dapat masalah.
Lalu aku melihat keadaan sekitar, mengecek jumlah anggota, dam entah kenapa ada saja masalah, Delano belum datang.
“Delano Mustang, kemana dia Ellinwood?” Aku langsung bertanya pada Lena, mengingat Delano dan Lena berteman baik.
“Aku disini, maaf terlambat.” Kata Delano dari kejauhan dengan nafas yang terengah – engah.
Lalu tanganku langsung mengepal dan membunyikan jariku, tek – kretek – kretek, mengerikan bunyinya.
“Natalie, well, jangan bunuh aku…” Delano gemetar, sepertinya Delano menyadari bahwa itu adalah kode bahwa aku akan menerkam lehernya.
“Mustang, kau kemana saja? Kau telat 3 menit tahu, 2 menit lagi saja, kau kami tinggal.” Kata Kurt.
“Mustang, bawa barang – barang kami, hukuman karena terlambat dan, setelah sampai di Paris, kau juga yana bawa sampai ke hotel.” Aku menghukumnya, aku sedang tidak bersemangat untuk menerkam seseorang.
“Baik Natalie.” Delano hanya menurut dengan wajah penuh dosa.
“Ayo berangkat.” Kataku memberi komando.
Lalu kami segera naik pesawat, tentu dengan kelas pesawat yang paling mahal, aku duduk dengan Lena, Kurt dengan Delano.
Satu jam kemudian…
Akhirnya sampai juga, kami sampai jam 07.25 am. Lalu seperti komandoku tadi, Delano yang membawa tas kami.
Aku satu kamar dengan Lena dan Delano bersama Kurt, kami manginap di hotel bintang 5 di Paris.
Lalu kami langsung ke markas yang berada di Paris.
Setelah sampai, aku langsung menuju ke resepsionis.
“Bisa bicara dengan Estella Dunn? Kami sudah janji dengannya.” Kataku pada resepsionisnya.
“Kalian utusan yang dikirim oleh Katherine Clearwater?”
“Ya, saya Natalie Clyde, ini Lena Ellinwood, ini Delano Mustang, dan yang terakhir Kurt Cha.” Lalu dari kejauhan terdengar suara, dan aku mengenal suara ini.
“Kulit seputih salju, wajah tanpa ekspresi, wanita yang paling ditakuti, Miss Clyde Dia pastinya.” Benar saja, Estella datang.
“Hello, Estella.” Jawabku.
“Cantik sekali hari ini kau Natalie, dan kau pasti Lena Ellinwood, Kurt Cha dan Delano Mustang. Perkenalkan saya Estella Dunn.” Kata Estella sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan pasukan yang kubawa.
“Hebat kau bisa hafal dan tidak salah tunjuk, kalu aku harus kenalan dulu, senang bertemu denganmu.” Kata Lena sambil menjulurkan tangannya.
“Senang berkenalan denganmu juga Miss Ellinwood.”
“Lena saja.”
“Baik sekarang mungkin kita bisa ke Magic Café didekat Menara Eiffel.”
“Pastinya kau sudah membuking tempat sesuai dengan seleraku kan?” Tanyaku tentunya.
“Tentu Natalie, aku tahu seleramu yang mewah itu.”
“Bagus, ayo kita mulai berdiskusi.”
…
Lalu kita segera berangkat ke Magic Café, kulihat jam di kafe itu sudah jam 09.15 am.
Aku memesan Vanilla-latte dan Ribs Steak, Lena memesan Hot Mocha dan Salad, Delano dan Kurt memesan Cappuccino dan Asparagus, dan Estella hanya memesan Blackberry Juice.
Mungkin karena kita ditraktir jadi dia yang harus dikorbankan, aku tahu persis porsi makan Estella yang extravaganza, semoga saja kantongnya baik – baik saja.
“Patricio and Claudio Ernesto dalangnya.”
Estella membuka pembicaraan. “Atau mungkin dikenal dengan Ernesto Bersaudara. Mereka kanibal, dan aku tidak mau menjadi santapan berikutnya.” Lanjutnya lagi.
“Lalu mereka bisanya menyerang pada malam hari saat weekend, dan ini sangat tentunya meresahkan warga Paris.” Lena menambahkan.
“Lebih parah dari kasus Moscow – kah?” Kata Delano.
“Kau yakin berkumpul ditempat seperti ini aman?” tanyaku menyela.
“Setidaknya untuk saat ini ada, Patrice Spring, Sonya Azure, Dean Morales dan Georgina Geraldine yang akan membantu kalian, terserah kapan kalian ingin menaggilnya, khususnya Natalie untuk memanggil mereka. Dan ini data mereka Natalie. Oh ya untuk pertanyaanmu Delano, aku tidak bisa memastikan.” Kata Estella sambil melirikku diakhir kalimat dan menyerahkan sebuah file, kenapa harus melirikku seperti itu, hanya karena aku gagal di Moscow?
“3 wanita 1 pria.” Kataku.
“Ya, para pria yang lain sudah kewalahan, itulah yang terbaik, kami sengaja menyiapkan yang terbaik belakangan.” Terangnya.
Setelah selesai makan, dan berdiskusi, lalu kami berpisah. Entah kenapa ada yang janggal di kafe ini, lalu kami tentu kecuali Estella kembali ke hotel.
Hebatnya, dibawah meja kafe tadi aku menemukan surat aneh dibungkus dengan amplop berwarna jingga, setelah kubuka, kertasnya berwarna merah jambu.
Aku ke kamar mandi dan membacanya.
Xavier dalam bahaya, dia akan bunuh diri di Menara Eiffel pada jam 8 malam, siapkan kuku – kuku panjangmu itu untuk menagkapnya.
Salam,
Irene Adler.
Apa – apaan ini?
Irene Adler? Tidak mungkin, aku diteror, oleh seorang yang tak pernah ada, dan fiktif, kenapa orang ini?
Orang gila, Irene Adler adalah satu – satunya orang yang berhasil mengalahkan well mengelak dari trik yang dibuat oleh Sherlock Holmes, menerorku? Yang benar saja, ini konyol sekali.
Hanya satu kata saja yang bisa diungkapkan, gila. Sandra yang dia bawa Xavier, kenapa harus begitu? Aku tidak punya hubungan apa – apa dengan makhluk keturunan vampire most wanted itu. Ya, ayah Xavier, Wolfgang adalah salah satu vampire yang dicari.
Tulisannya ditulis dengan darah, lalu surat itu kusimpan dikantung bagian dalam jaketku.
Tak kusangka ada yang berani meneror seorang Natalie. Pasti dia cari mati. Lalu aku mendengar Lena memanggilku. Mungkin memang sudah waktunya untuk berburu, tapi ini kan masih jam 1 siang.
“Natalie, apa kau mau ikut berbelanja denganku?” Ternyata, penyakit belanja Lena yang pelit itu kambuh lagi, ya ampun.
“Tidak, aku capek ingin tidur, maaf Lena.” Sudah kuduga, Lena pasti akan belanja.
“Okay, akan kubelian oleh – oleh untukmu, lagi pula, ibumu juga menitip oleh - oleh.”
“Teraserah, selamat belanja, Ellinwood.”
“Kau juga selamat istirahat.”
Lalu aku tertidur diranjang yang empuk.
Tidak lama kemudian…
“Nat? Natalie? Ayo bangun, sudah jam 6 sore.” Lena membangunkan.
“Oh my fuck?”
“Kamu hibernasi ya, tidur kok lama sekali. Kebiasaan.”
“Hah?”
“Untukmu, mumpung di Paris, tadi aku pergi dengan Este sekalian berbincang tentang Ernesto bersaudara, sekalian lah, cari belanjaan, dan ini dari Estella, sebuah kode katanya.” Kata Lena.
“Terima kasih Ellinwood.”
Aku segera membuka kertas itu dan membaca kodenya. Lalu aku mengumpulkan pasukanku dan berkumpul untuk membahas kode yang diberikan Ernesto bersaudara itu.
Menyebalkan memang, aku sedang malas berfikir.
B * S * Y
A * T * A
K * R * R
E * E * D
R * E
T (11) (3)
Silahkan bereksperimen dengan kata – kata itu, kau akan menemukan lokasi persembunyaian kami. Kami tunggu sampai jam 07.50 pm.
Kegelapan akan selalu menang, penerangan tidak akan berguna, camkan itu.
Salam,
Patricio and Claudio.
Nb: petunjuknya,
Kami sangat lapar, kami ingin cemilan sebelum makan, temukanlah kami ditempar pembelian makanan yang kami suka, maka kalian akan menemukan sesuatu.
“Petunjuknya, tempat makan ya. Apa mungkin tubuh mereka gemuk?” Celetuk Lena.
“Apa kau tahu sesuatu, aku jarang ke Paris, lebih sering ke Moscow dan Berlin. Dan kurasa mereka tidak gemuk.”
“Aku tahu itu, kau suka mengasah kemampuanmu disana, berlatih militer dan bla – bla - bla, dan kau pasti memilihku karena aku suka belanja disini, iya kan?”
“Clever!!! Aku tahu kau mengerti Lena.” Lalu tak lama kami segera berkumpul, dan keluar dari hotel dan segera mencari tempat yang diamksud.
“Mungkin itu, Dark Bakery, Street itu berarti jalanan, karena dipisah oleh tanda bintang mungkin Dark Bakery di Jalan Starlit. Dark Bakery kan hanya ada di Jalan Starlit no 3. Lagi pula, Jalan Starlit memang khusus makanan dengan suasana yang gelap.” Celetuk Delano seakan dia yang paling tahu.
“Aku tahu, Dark Bakery adalah toko kue yang paling mudah dicari. Cita rasa yang disajikan memang luar biasa.” Tambah Delano yang memang tukang makan, tapi badanya langsing itu.
“Alasan aku memilih kalian karena kalian paling sering ke Paris, tapi kok bisa tahu langsung?” aku penasaran, aku sedang tidak nalar karena memikirkan si Irene Adler itu.
“Disitu ada BAKER dan YARD kalau disatukan dan diubah, menjadi Dark Bakery kan, maklum, urusan makanan kami memang ahlinya.” Delano menjelaskan dengan penuh percaya dirinya.
“Oh begitu, tidak seru, kodenya langsung terpecahkan. Lagi pula, ‘dark’ artinya gelap bukan.” Keluh Lena.
“Itu kan efisien kalau langsung tertebak, tapi, tidak bisa, kalu begitu jadi ‘Dark Baery’ kurang huruf ‘K’.” Kataku, “Dan apa arti angka 11 itu?”
“Eh, mungkin memang Dark Bakery, lihat ada angka 11. kalau diubah jadi alphabet, jadi ‘K’ kan?” Delano tetap pada pendiriannya yang pastinya menyedihkan kalau salah.
“Mungkin saja Ernesto bersaudara itu memang ingin menggunakan kata – kata Baker Street. Jadi memaksa.”
“Mungkin bukan itu, 11 bisa jadi AA. Itu kan juga nama restoran di Jalan Starlit no 3 juga. ‘A&A, Outdoor and Picnic Restaurant’, iya kan? ‘Yard’ itu mungkin itu maksudnya.” Jelas Delano. Kali ini mungkin ia benar walau aku ragu 100% akan itu.
“’Baker Street’ bagaimana dengan itu?” tanya Kurt pada Delano.
“Entah, aku tak menegrti.” Delano terdengar meremehkan kode itu.
“Kesimpulannya? Ada berapa toko disana?” aku mulai penasaran.
“Sekitar lima toko, karena tempatnya dilahap habis oleh A&A Restaurant.” Delano menjelaskan.
“Dari pada begini dan banyak kemungkinan, kita berpencar saja.”
“Aku setuju denganmu, Natalie, baik mungkin itu lebih baik.”
“Tapi, kan katanya mereka lapar.” Tambah Lena.
“Kau benar juga, tapi kan mereka haus darah, mungkin maksudnya itu, mungkin A&A Restaurant, pasti disana banyak arak kan, darah ikan yang dibersihkan, darah ayam, darah sapi, tapi sudah dibuang lewat selokan saat memncuci bahan makanan yang harus disajikan.” Jelas Kurt, memaksa.
“Susah memang.” Kata Delano yang memang mudah menyerah.
“Sudahlah, berpencar saja.” Delano terlihat pusing dan melanjutkan perkataanya tadi.
Lalu kami langsung menuju tempat yang dituju.
“Eits, tunggu, mungkin Baker Street yang dimaksud memang Baker Street, no 11 dan 3 itu juga menunjukan waktu.” Lena secara spontan berhenti dan menjelaskan.
“Maksudmu?”
“Kau tidak tahu ya Natalie? Saat kau tertidur, di Eiffel ada festival ‘Nostalgia of Detective Series’ bahkan ada yang berdandan seperti Sherlock Holmes, Hercule Poirot, Dr. Watson, Nancy Drew, dan lainya.”
“What the, makanya otaknya jangan belanja terus, jadi terlambat kan berpikirnya, tapi benar juga, angka 11 dan 3, karena festival tersebut dimulai dari jam 11am, sampai jam 3am, aku tahu karena aku memborong novel disana.” Celetuk Delano, dasar tidak sadar diri, dia sendiri belanja kan?
“Gila, dasar, kenapa tidak dari tadi, disana pasti banyak orang terus mereka bisa berburu manusia, bodoh!!!” Aku memarahi mereka.
“Sudahlah, aku juga baru ingat, tapi akui tidak kesana, aku hanya keliling kota Paris saja, sekalian diabadikan untuk koleksi foto dan…” Tambah Kurt.
“Diam kau pendek!!!” aku mekmbentak Kurt yang hanya menambah masalah dengan perkataannya. “Sudah sekarang jam berapa? Ayo kesana!!!” Bentakku lagi.
Kami langsung kesana, dan segera bergegas, kurasa ini team terburuk sepanajang hidupku, tak lama kemudian kami sampai juga. Keadaan disana masih aman dan baik – baik saja. Syukurlah tak ada korban manusia untuk hari ini.
Seekor burung merpati hinggap dipundak Kurt. Lalu burung itu menjatuhkan sepucuk surat ketangan Kurt, dan pergi begitu saja. Kurt langsung membaca surat tersebut.
Maaf, kami capek, kami ingin istirahat, makanya kode pertama sangat mudah, kami akan menghubungu besok.
P&C
“Apa – apaan ini, sialan, akan kubunuh mereka!” Aku marah tentunya..
“Sudahlah, sekarang baru jam 07.30pm, mungkin memang vampire gila.” Celetuk Lena. Tunggu, bicara tentang gila, kalau tidak salah…
“Jam berapa sekarang?” Spontan aku menanyakan hal ini pada Lena.
“07.30pm.” Jawab Lena dengan nada lemas.
“Gila, aku harus pergi.” Lalu aku pergi menuju Eiffel, aku meninggalkan anak buahku begitu saja, aku harus pastikan apa benar kata surat dari Irene Adler itu. Lalu sekitar dalam hitungan detik kemudian, aku sampai, langsung menuju ke lantai teratas Eiffel, aku memanjat dan melompat secepat mungkin, sehingga tidak menarik perhatian. Tak ada siapa – siapa, termasuk Xavier. Apapun itu. Aku tak mengerti dengan perasaanku. Ada apa sebenarnya. Aku terus menunggu, tak ada hasil. Lalu setelah lama menunggu, ada sepasang merpati putih memberiku sepucuk surat, tentu beramplop merah jambu, berkertas jingga aku langsung membuka surat itu.
Tunjukan padaku, rahasiamu.
Aku tahu semua entang dirimu,melebihi dirimu sendiri.
Hasta la Vista, baby…
Irene Alder.
UIF RVZM
Break that code, silly…
Orang ini menghinaku, intuk apa dia memberiku kode ‘tidak penting’.
Aku langsung berbalik menuju hotel. Ingin tahu akan kode itu. Apa coba artinya, seakan tantangan bagiku untuk mengasah otakku.
Keesokan harinya.
Kejutan dipagi hari yang sepertinya membosankan.
Mamaku menelefon, “Hallo.” Sapaan awalku.
“Tolong, carikan ibu teman lama nenek, Mrs. Fortin, Chantal Fortin, dia sahabat nenekmu.”
“Dimana memang dia tinggal, lalu apa yang harus aku lakukan dengan teman nenek itu.”
“Bawa dia ke London dan dia akan memberikan misi untukmu, Natalie. Dia tinggal didaerah Paris, tepatnya di Q-Apartment. No 114.”
“Baliklah.” Lalu aku segera sarapan dan tentunya aku sudah mandi. Aku menelepon Estella agar dikirimkan anak buahnya, biarlah, Lena, Delano dan Kurt belanja di Paris, aku tak peduli.
“Hey, Natalie Clyde?” Sapa seorang pria.
“Dean Morales? Iya kan?” alu langsung mengetahui namanya karena ia pria sendiri.
“Tepat, mari kuperkenalkan teman – temanku. Yang ini Sonya, Patrice dan Gina yang siap melayanimu, melihat Paris.”
“Gina, Patrice? Siapa?”
“Georgina dan Patricia, maaf kami bisa memanggil begitu.” Jelas Sonya.
“Baik, antar aku ke Q-Apartment kamar No 114.”
“Kediaman siapa Natalie?” tanya Georgina.
“Teman neneku, kediaman Mrs. Fortin.”
“Q-Apartment tak jauh dari sini.” Jawab Dean.
“Bagus. Kalian dapat membantuku.”
“Sip bos.” Celetuk Dean.
“Saya membawa mobil SUV, kamu akan saya antar, Natalie.” Sonya menawarkan pelayanannya.
Tanpa pikir panjang, dan sisi baiknya ada tumpangan gratis, kami langsung menjuju apartemen yang dimaksud dengan SUV milik Sonya.
Sesampainya ditempat tujuan, aku tentu bertanya pada resepsionis, dimana Mrs. Fortin tinggal, setelah dapat penjelasan dari resepsionis, kami langsung menuju lantai 13, dan menemukan kamar 114.
Tok – tok, aku mengetuk pintu.
“Ya, anda mencari siapa?” Jawab seorang wanita yang lumayan tua.
“Aku mencari Mrs. Fortin. Apa kau Mrs. Fortin?” Jawabku.
“Bukan, perkenalkan saya Vanessa Gill, dan aku utusan Miss Clearwater untuk kesini, tepatnya aku adalah pengasuh Katherine.”
“Aku yang kau cari, Natalie.” kata seorang wanita, sambil berjalan menuju ke pintu masuk.
“Ya.”
“Kau sudah besar ya, apa kau lupa denganku?”
“Entahlah, memangnya kita sering bertemu?”
“Aku Chantal Fortin, yang dulu sering menemanimu bermain.”
“Kau, sepertinya aku ingat.”
“Kenapa tidak bilang membawa teman, ayo masuk.” Chantal mempersilahkan masuk.
Lalu ia mempersilahkan kami duduk, dan menyajikan kami minuman, ketiga anak buahku duberi jus darah murni, sedangkan aku jus darah dicampur dengan apel. Segarnya pikirku, orang ini benar – benar tahu seleraku, selera langka yang entah asalnya dari mana.
“Kau suka dengan jus darahmu Natalie?”
“Dari mana kau tahu akan ini, siapa yang membuatnya, aku tadi membaca pikiranmu dan bukan kau yang membuatnya.”
“Tiara, dia adalah asistenku,”
“Dan dia sedang mengambil dokumen penting dan sebentar lagi menuju kemari?” Aku memotong pembicaraan Chantal karena ingin cepat pulang.
“Kau semakin matang, alangkah baiknya kau tidak terburu – buru, menikmati kota kelahiranmu ini.”
“Kau ingat tentang itu juga. Sekarang aku ingat, dulu, kau tinggal bersamaku, mama, maksudku Mirabella, Vanessa, Jill, dan Quinn, serta Katherine.”
“Ingatanmu cepat pulihnya.”
Lalu, Tiara datang dan memberiku berkas dan file. “Ibumu, Mirabella, menyuruhku intuk memberimu berkas tentang Patricio and Claudio.”
“Terima kasih, Chantal.” Lalu aku membaca file itu. Setelah beberapa saat, aku bertanya pada Chantal.
“Menurut info yang beredar, mereka kembar, tapi kenapa, mereka lahir ditahun yang berbeda, bahkan berbeda satu tahun, walaupun tanggalnya sama.”
“Begini, Natalie, banyak yang tidak tahu akan ini. Mereka suka memberi kode yang mudah, tidak menyukai tantangan, membosankan, tapi intinya, mereka diam – diam menghanyutkan, itulah, mereka mirip disisi itu. Understand?” jelas Chantal.
“Sudah kuduga. Tapi kenapa nama belakang mereka sama, Ernest?”
“Ernesto, Natalie, jangan merubah – rubah nama orang, well kalau dilhat dari riwayat hidupnya, Claudio yang lebih muda. Dan, dia semasa kecil dibuang oleh ibunya, lalu orang tua Patricio memungut Claudio dan mengadopsinya, orang tua Patricio memberinya nama ‘Claudio Ernesto’ dan karena tidak tahu tanggal tepatnya Claudio lahir, lalu mereka melaporkan pada pihak pengurus akta, bahwa Claudio lahir pada tanggal yang sama dengan Patricio, lalu karena saat itu Patricio berumur satu tahun, dan Claudio masih sangat kecil,”
“Orang tua Patricio mengira bahwa mereka berbeda satu tahun, makanya perbedaan umur mereka satu tahun, iya kan? Lalu, apa kau punya rencana?” Aku memotong pembicaraan Chantal.
“Kau ini, ya kurang lebih seperti itu, lalu apa kalian punya rencana?”
“Kami? Well, sebenarnya, belum.” Spontan dari Patrice, yang pemalu, ya dari tadi ia belum berbicara.
“Lalu, apa kau punya ide? Kenapa kau bertanya balik kepada kami, itu kan pertanyaanku kepadamu.” Tanyaku pada Chantal.
“Biasanya kau punya banyak ide, Natalie.”
“Entahlah, ada yang mengganggu otakku.”
Tiba – tiba ada seseorang yang datang dari kejauhan, siapa, baunya tidak kukenal. “Silvanna, akhirnya sampai juga.” Sapa Chantal.
“Hallo, maaf aku terlambat, oh inikah pahlawan kita, Natalie? Perkenalkan, aku Silvanna Trinity.”
“Hey, senang bertemu denganmu.” Lalu kami berjabat tangan.
“Kenalkan, yang ini, Dean Morales, Patricia Spring, Sonya Azure, yang terakhir, Georgina Geraldine.” Jelasku pada Silvanna, tentu, mereka berjabat tangan dengan Silvanna.
“Hallo, aku Silvanna , senang bertemu kalian.”
“Silvia, mana dia?” Chantal bertanya pada Silvanna sepertinya.
“Maaf, ibuku tak bisa datang.” Jawab Silvanna. “Jadi Silvia itu ibumu, Silvanna, aku suka bertemu dengan Sill, well, Silvia, dia banyak membantu organisasi pusat.” Jelasku. Akui heran kenapa Silvanna tidak mirip dengan Silvia kalau memang benar dia ibunya.
“Ya, ibuku banyak cerita tentangmu, ibuku juga bilang, dia biasa dipanggil Agent Sill disana kan?” Celetuk Silvanna.
“Silvia pasti masih capek, karena harus menagani kasus Moscow, betul kan Natalie?” Chantal bertanya padaku.
“Yup, aku juga ke Moscow, dan Silvia, tenaganya dikuras habis.” Jawabku.
“Ok, jadi ini ada file dari ibumu, Natalie.” Silvanna menyerahkan file kepadaku.
“Daftar belanja? Hey mom, aku disini bekerja, bukan bekanja, what the hell of the bloody scandal.”
“Dan ada satu lagi, Nat.” Tambah Silvanna.
“Apa?”
“Ayo masuk, jangan malu – malu.” Kata Silvanna pada seseorang yang mungkin ada diluar.
“Selamat pagi.” Kata orang itu.
What the hell, that’s Belle!!!
Kenapa harus ada BELINDA? Ini pasti akan menyusahkan.
No comments:
Post a Comment