6. Medical check up
“WHAT?! Aku harus ikut menemani Edwin? Mama, oh please.” Kataku kaget karena mama hari ini mama mengejutkanku karena ia yang membangunkanku dan kejutannya adalah aku harus ikut menemani Edwin melakukan cek kesehatan konyolnya. What a surprise. Lalu aku bangun, mandi dan sarapan. Hari ini aku menggunakan go-go boot panjang berwarna putih, hot pans, tank top, dan coat panjang, dan semuanya serba putih. Ya bedanya kalau kepemakaman, aku memakai kemeja putih dan celana panjang putih, ya biasanya aku serba putih begini kalau ke pemakaman. Berbeda dengan orang – orang yang memakai baju hitam ke pemakaman, aku memakai baju putih.
“Kau mau kemana Natalie, pemakaman?” sapa mama saat aku turun dari tangga. “Anggap saja begitu.” Jawabku, “pemakaman kok memakai pakaian putih?” tanya David. “Beginilah Natalie, khusus ke pemakaman ia memakai baju serba putih, kalau pergi biasa jarang dia seperti ini, kalaupun ada warna putihnya, pasti tidak putih semua.” Terang mama, baguslah, aku tidak perlu menjelaskan, David hanya terheran, dan Farrell menggelengkan kepalanya.
“Apa aku ketinggalan sesuatu?” tiba – tiba Xavier datang, dengan kemeja garis – garis lagi, tetapi lebih rapih. “Jangan katakana kalu kau mengundang Xavier juga mama.”
“Mengundang apa? Memangnya ada apa? Aku kesini hanya diperintahkan ibumu, hanya itu.” Terang Xavier.
“Jadi kau tidak tahu? Kita akan mengantar bocah ini.” Kataku sambil melirik Edwin.
“Edwin?” Tanya Xavier lagi. Mama hanya menggelengkan kepala. “Natalie, aku harap kau bisa beradaptasi dengan lingkungan barumu.“ ancam mama dengan wajah yang tidak sedap dipandang.
Xavier hanya tersenyum, seakan meledekku, lalu aku membawa Ferrari ku sendiri sedangkan Edwin beserta pasukannya diantar oleh supirku, untung saja diantar dengan mobil mama, aku malas menyetir, jadi aku membiarkan Xavier yang menyetir.
Aku hanya cemberut sepanjang perjalanan. “Natalie, sudahlah, okay, aku sudah lama tidak melihatmu tersenyum, ternenyumlah, kau akan merasa lebih baik.” Xavier mencoba menghiburku. “Memangnya aku pernah tersenyum?”
“Kau lupa ya?”
Aku hanya memasang tampang bingung, karena aku memang jarang tersenyum, maksudnya bukan tersenyum licik seperti biasanya, maksudku tersenyum lepas, lalu aku mengingat – ingat kapan terakhir aku tersenyum bahagia. Kalau tidak salah, hmm, saat itu, tunggu kalu tidak salah, kenapa banyanganku langsung, ah ini saat itu, tiba – tiba aku mengingat saat kami bermain ke taman rekreasi, kami naik roller coaster, marry-go-round, boom – boom car, dan permainan lainya. Dan aku? Aku tertawa gembira. Seaakan tidak pernah merasakan masa remaja, ya memang aku kehilangan masa mudaku hanya untuk berlatih dan belajar. Aku benar – benar bingung, siapa sebenarnya dia? Siapa Xavier itu? Apakah dia saudaraku? Kenapa aku merasa kalau Xavier sudah mengenalku dengan sangat baik, padahal kami juga baru kenalnya, secara teknis, kami sudah lama saling mengenal, tetapi keakraban dan kekompakan kami baru terjalin, aku jadi curiga, apa dia memang betul saudaraku?
“Kau kenapa? Natalie, tampangmu kenapa seram dan panik begitu?” Tanya Xavier. “Tidak apa – apa,”
“Natalie, jangan menatapku seperi itu, seram sekali, apa aku menyakitimu? Maaf kalau begitu.”
“Tidak, aku, hmm, aku hanya bingung, tidak usah dipikirkan.”
“Okay.” Wajah Xavier jadi seperti orang kebingungan. Jangankan Xavier, aku sendiri juga bingung. Lalu tak lama kami sampai di rumah sakit, Prof. Clearwater sendiri yang melayani Edwin. Setelah itu, ia juga diperiksa oleh dr. Osborne.
Hasilnya Edwin harus di rawat beberapa hari untuk memastikan keadaanya stabil. Lalu aku menunggu diluar, dan tentu saja ditanganku sudah ada papan beserta keterangan kesehatan Edwin. Aku membacanya di taman, sambil bersandar aku membacanya, “ya ampun.” Celetukku.
Ya, badannya benar – benar lemah. Tulangnya, sama saja dengan tulang manusia, karena tulang vampire dua kali lebih kuat dari tulang manusia. Kulitnya lebih tipis dari biasanya, biasanya kalu vampire terluka, atau terkena luka bakar, paling lama 10 menit sembuhnya, Edwin? Paling cepat 1 jam akan sembuh, dan paling lama? Sebulan lebih. Lemaknya, tidak bisa melindungnya dan memberikannya cukup tenaga. Kalau daya imunitas tidak perlu diragukan lagi, ia memang lemah, tapi fisiknya? Kasihan sekali anak ini, bahkan bayi vampire yang baru lahir saja tulangnya masih lebih kuat. “Ayo tebak siapa aku?” tiba – tiba ada yang menutup mataku dengan kedua telapak tangan, hebat juga dia bisa menghilangkan hawanya, “Xavier? kau mau apa?” kataku datar. “Ketahuan ya? Padahal aku sudah berusaha menghilangkan hawaku.” Terang Xavier. “Secara teknis hawamu memang tidak terbaca, tetapi aku tahu tanganmu, dan bicara soal tangan, bisakah kau melepaskan cengkramanmu?” lanjutku.
“Ups, maaf.” Lalu Xavier melepaskan tangannya, “bagaimana kau tahu tanganku?” lanjutnya. Lalu ak menaru papan laporan itu dan berkata, “pertama, hanya kau yang laki – laki yang berani melakukannya, kedua, tidak mungkin wanita karena memang tekstur yang berbeda, dan ketiga, kau sering memegang tanganku, bahkan kalau kau tidak sadar, kau memegangnya sangat erat, puas dengan hipotesaku?” jelasku panjang lebar dengan nada yang sedikit judes.
Xavier diam saja, lalu ia memperhatikan tangan kirinya, “apa kau masih tidak percaya juga, Xavier?” dia tetap diam saja dan memperhatikan tangan kirinya. Huh, lalu aku maju dan mendekat, lalu memperlihatkan tangan kananku, “beda kan bentuk tangannya? Pentingkah bagimu mempermasalahkan tangan?” Xavier tetap diam saja, lalu aku menyetuh tangan krinya, seakan sedang memberikan high five tetap tidak terlepas. “Ukurannya beda kan?” kataku lagi, kali ini Xavier malah ‘bengong’. Aku juga merasa sedikit tegang, kenapa ya? Bukankah kita saudara? “Okay, apa kita harus mebahas ini?” kataku sambil melepas tanganku. Lalu Xavier memasukan tangannya ke saku celananya, lalu tersenyum heran. Lalu entah kenapa aku jadi ‘nyengir’ sendiri. Konyol rasanya kalu kita hanay memperdepatkan masalah tangan. “Nah, itu lebih baik, kalau kau tersenyum seperti itu.” Kata Xavier, eh iya juga ya, aku tersenyum? Entah kenapa aku jadi malu begini, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia benar – benar berbeda. Dia bisa membuatku senang, dan menghiburku? Tidak ada vampire atau siapapun yang bisa begini.
“Sudahlah, tidak perlu dibahas, lebih baik kita menengok Edwin, dia sudah selesai diperiksa.” Lanjut Xavier.
Aku hanya mengangguk. Lalu saat menuju kekamar Super VIP, ya sampai kamarnya saja Super VIP, sebegitu pentingkah anak itu?
Lalu aku melihat sosok wanita remaja, seperinya semuruan Edwin, ia berjalan bersama David. Aku diam saja, lalu mereka masuk, aku tidak langsung masuk kekamar Edwin, lalu saat anak gadis itu masuk, secara spontan Edwin berkata, “Amelia? Kau? Bagaimana bisa kau kesini?” hmm, jadi gadis itu bernama Amelia, gadis itu hanya tersenyum dan duduk disebelah Edwin, lalu dr. Osborne melewatiku dan Xavier, “kalian tidak masuk?” Tanyanya. “Hmm, apa itu Mary?” kataku, “ini? Hasil dari test Edwin, tak kusangka ia ia masih waras.” Tanpa panjang lebar, aku memanta dr. Osborne untuk menjelaskan segalanya, lalu ia bercerita panjang lebar, seperti tentang kemampuan Edwin, dan akhirnya ia membicarakan tentang inti dari test jiwa yang dilakukannya, “jadi begini, Nat, Xavier, Edwin bisa gila kapan saja, ia bisa kehilangan akalnya begitu saja, bukan berarti dia saiko, dan hal ini juga bukan berarti mentalonya lemah atau dia tidak bisa ditekan, ia bisa dimarahi dan tidak gampang bersedih, tetapi, suatu saat ia bisa gila mendadak. Dan ini memang belum terjadi, jika ini terjadi, kesembuhannya bisa sangat lama. Dan hal ini tidak bisa dipredeiksikan.”
Jelas dr. Osborne, mendengar hal itu, aku jadi tidak membencinya lagi, setidaknya ia memang menyebalkan, tetapi apakah ia tahu kalau ia akan gila? Apa mungkin ia sudah tahu duluan? Lalu Xavier bertanya, “apakah ia akan menjadi anak yang, hmm, keterbelakangan?”
“Dua kemungkinan atau mungkin satu kemungkinan, maksudku, ia bisa saja keterbelakangan, ia bisa saja menjadi gila, atau…” lalu kupotong pembicaraanya, “atau apa?”
“Atau besar kemungkinannya ia menjadi keterbelakangan lalu gila.” Jelasnya. Apa? Segitu parahnya? Lalu aku bertanya lagi, “mengapa hal ini bisa terjadi?”
“Effect dari racun yang diberikan olehnya dulu, ini agak mengganggu saraf otaknya.” Jawab dr. Osborne.
“Haruskah Edwin tahu akan hal ini?” Tanya Xavier.
“Ya, kurasa iya, kita tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari dia. Yang jelas ia tidak pernah mengasah kemampuan mistisnya, terutama untuk mengetahui masa lalu, tetapi kalau ia terlalu mengasahnya juga mungkin ia bisa gila.” Jelas dr. Osborne lagi.
“Serba salah sekali hidupnya,” kataku, “hmm kalau begitu mungkin sebaiknya kita masuk,” celetuk Xavier. lalu aku bangkit dari kursi dan masuk ke kamar Edwin tanpa ketuk pintu terlebih dahulu. Lalu disusuh dengan Xavier dan dr. Osborne. “Apa aku mengganggu acara kalian?” kataku.
Lalu segera dr. Osborne menjelaskan kondisi psikis Edwin. Farrell terlihat stress dan David seperti memasang tampabg tidak percaya, Amelia hanya sedih, dan Edwin, Edwin wajahnya tetap santai, tetapi berubah jadi khawatir. “Apakah tidak cukup? Apakah tidak cukup dengan menyiksa kondisi fisik adikku ini, apa tidak cukup!!!” Kata David dengan nada akhir yang seperti orang yang marah. “David, sudahlah.” Farrell berusaha menenangkan, “Farrell, umurnya baru 15 tahun, ia sudah home schooling, ketika ia bermain, ia harus selalu diikuti pengasuh, Farrell, dia adik kita. Tetapi ia sudah menderita begitu saja.” David benar – benar kesal, bercampur sedih, wajahku- pun berubah menjadi prihatin, begitu juga dengan Xavier, “David, kita tidak bisa melakukan apa – apa, Prof. Clearwater bilang ia bisa sembuh.” Kata Farrell lagi.
“Ya, iya akan sembuh bila ia diberi penawar racun tingkat tinggi.” Kata David lagi, lalu Xavier seperti berbisik, “huh, Natalie…”
“What?” bisiku, tampang Xavier benar – benar seakan aku yang terkena racun, lalu ia hanya menggelengkan kepalanya. “Sudahlah, David, Farrell, kalian tidak perlu menghawatirkan aku, aku akan baik – baik saja dengan dukungan dari kalian.” Kata Edwin dengan wajah yang seakan malaikat, aku jadi tidak tega dengan anak ini. “Hey Ed, siapa gadis ini?” kataku berusaha mengalihkan suasana, “Oh, Mel, perkenalkanlah dirimu, ayo,” kata Edwin.
“Well, namaku Amelia, Amelia Jones. Aku sahabat Edwin dari kecil, senang bertemu denganmu.” Katanya sambil tersenyum. Lalu ia bangun dan menjulurkan tangannya, lalu aku menjabat tangannya dan berkata, “aku Natalie, dan ini temanku Xavier.” lalu Amelia juga berjabat tangan denga Xavier, dan berkata, “ya aku tahu kau, jadi ini yang namanya Natalie, cantik sekali.” Puji Amelia, aku hanya tersenyum, “kau tahu? Aku sudah mendengar banyak tentangmu, ya kuakui, kau memang terkenal. Kolongmerat Natalie, kemampuan - kemampuanmu, wow.” Kata Amelia lagi, dan aku hanya berkata, “haha, sejujurnya ibuku yang kolongmerat, bukan aku. Kau bisa mengunjungi Edwin sesukamu. Well, aku dan Xavier harus pergi, have a nice day everyone!” kataku, lalu aku segera menarik Xavier keluar, dengan tampang bodohnya Xavier hanya mengikutiku, “oh, please,” gerutuku. Xavier diam saja lalu aku mengajaknya ke kantin, aku memesan cheese burger dan lemon tea. Xavier memesan makanan yang sama, lalu aku duduk. “Kau kenapa?” Tanya Xavier. aku hanya menggelengkan kepala, lalu makanan datang. Didepanku duduk dua orang remaja, laki – laki dan perempuan. Lalu mereka seperti malu – malu tidak jelas dan well seperti memberikan ya, nafas buatan. Aku bingung memangnya salah satu dar mereka sakit asthma?
“Mereka itu kenapa sih?” kataku, “siapa Nat?” Tanya Xavier, lalu aku menunjuk orang didepanku, “oh, ya mereka mungkin sedang berpacaran. Bukitnya, sang pria memberikan kecupannya, apa itu masalah buatmu?”
“Hah? Kukira salah satu dari mereka sakit asthma, apa enaknya seperti itu?” kataku, lalu dengan nafsu yang besar, aku melahap burger-ku.
“Hahahahahahahahahaha, kau ini, kau sedang melawak ya? Itu kan sudah biasa Natalie, memangnya kau tidak pernah melakukan hal itu? Apa kau tidak pernah, hmm, pacaran?”
“Tidak, itu tidak penting menurutku, selama ini aku hanya memfokuskan diri tehadap kemampuanku. Aku tidak suka melakukan hal yang tidak penting bagiku.” Jelasku, lalu Xavier menjawab, “hmm, sejujurnya aku juga belum pernah,”
“Kalau belum pernah ya sudah, memangnya apa rasanya sampai mereka kok bahagia sekali?”
“Hmm, aku tidak tahu, kan aku juga belum pernah, tetapi,” tiba – tiba omongannya terhenti. Sambil melahap makannaku lalu kutanggap, “tetapi apa hah?” entah kenapa nafsu makanku jadi seperti ini. “whoa, santai saja Nat makannya,” kata Xavier, lalu aku meliriknya dengan lirikan sinisku. “Tetapi,” lalu Xavier membisiki ku, “tetapi aku rela, bila kau memintaku untuk memberikan kecupanku, aku mau melakukannya untukmu.” Lalu wajahnya menjauh dari telingaku, “hah?”
“Aku hanya bercanda Natalie, aku tidak mau mati ditanganmu.” Lalu Xavier mulai memakan makanannya dan aku juga mulai menghabiskan makananku, aku, kenapa ya? Sepertinya aku pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat yang sama, ‘aku tidak mau mati ditanganmu’. Kalimat itu membayangi telingaku, siapa ya? Ingatanku memang tidak terlalu bagus.
Ekspresi wajahku berubah menjadi menyeramkan, aku lalu melanjutkan makanku dan segera menghabiskannya, lalu aku meminum minumaku langsung habis seketika bsampai mengeluarkan bunyi, “whoa, santai Natalie, Natalie? Kau kenapa memasang tampang menyeramkan lagi?” kata Xavier, “kau ini, cerewet sekali.” Kataku, lalu aku berusaha mengingatnya, ‘aku tidak mau mati ditanganmu, aku tidak mau mati ditanganmu, aku tidak mau mati ditanganmu’ ah, kalau tidak salah…
15 tahun yang lalu…
“Latihan hari ini cukup, hari sudah sore, kita lanjutakna besok.” Kata Alessandro.
“Hey Alex, kau lumayan juga, minimal lebih baik dari sebelumnya.” Kata Natalie, “Nat, maaf kalau aku memang payah, tapi kan umur kita masih 5 tahun,” jawab Alex polos.
“Huh, okay, tapi kita adalah vampire, kita lebih istimewa bukan? Besok latihan lagi, okay?” jawab Natalie dengan penuh semangat.
“Okay, tapi Natalie, aku tidak mau mati ditanganmu.” Jawab Alex.
Natalie dewasa…
“Alex?” kataku tiba – tiba.
Xavier kaget, “siapa Alex yang kau maksud?”
“Eh, nothing.”
Ada apa denganku ini? Kenapa aku jadi ingat masa lalu? Aku terus mengingat masa laluku, aku bahkan baru menyadari, sebelum Xavier, aku juga pernah dekat dengan Alex, temanku diamasa kecil. Dia teman berlatihku. Alessandro juga yang mengajarkannya, dan dia, aku salah, bukan Xavier yang membuatku tertawa lepas, vampire pertama yang membuatku tertawa adalah Alex. Bahakan aku tidak tahu diaman dia. Sudahlah, mungkin Alex juga tidak ingat padaku. “Xavier, aku ingin pergi ke suatu tempat, tapi kali ini jangan kau ikut denganku, silahkan ikuti aku dengan catatan, jangan sampai aku tahu, bisa? Aku ingin sendiri.”
“Okay.” Jawab Xavier singkat, lalu aku bangkit dari kursiku, lalu pergi. Aku pergi kemanapun kakiku membawaku, entah kenapa kakiku yang dilapisi go-go boots putih ini membawaku ke taman kota. Aku berjalan – jalan saja, tiba – tiba aku melihat David, ia sepertinya sedang merenung, lalu aku hampiri dia dan dudk disebelahnya, “David, apa yang kau lakukan disini?”
“Hah? Kenapa kau ada disebelahku Natalie? Dan sejak kapan aku duduk disini? Sekarang aku baru percaya, ternyata memang kau bisa menghilangkan hawamu.”
“Ha? Baru aku duduk. Kau sedang apa disini David?”
“Entah, aku juga bingung, rasanya aku rindu piano dan gitarku.”
“Hmm, kalau kau ingin bernyanyi, bernyanyi saja, aku tantang kau, apa kau berani mengamen disini?”
“Whoa, Natalie, kau meragukanku? Siapa takut?!” lalu David berdiri, dan mulai bernyanyi, ia menghentakan kakinya, lalu bernyanyi seakan syuting video klip. Ia lalu mengeluarkan sapu tangan, dan meletakannya dibawah, orang – orang mulai datang dan menonton aksi David, aku hanya menggeleng – gelengkan kepalaku. Aku kenal lagu ini, Jonas Brothers – Still in Love with You. Dia menyanyikan lagu band favoritku. Wow. Aku serasa menonton musical theater.
Lalu aku maju, dan ikut menontonnya, ia lalu maju dan seakan bernyanyi untukku. Lalu ia mengitari kami, dan setelah ia selesai bernyanyi, ia member hormat dan banyak yang memberinya uang dan tepuk tangan. Aku serasa sedang menonton film ‘Mr. Bean: Holliday.’ Suara David memang bagus, lalu aku tepuk tangan untuknya. Lalu David memungut upah mengamennya dan memasukannya kedalam sakunya.
“Wow, kau bisa menjawab tantanganku. Hebat, kenapa kau menyanyikan lagu Jonas Brothers?”
“Aku suka mereka dan menurutku lagunya enak untuk dibuat menari, kenapa?”
“Jujur, aku fans berat mereka, well, banyak yang tidak menyangka wanita sangar sepertiku bisa mengagumi mereka. Mereka mengira selera musiku Gothic Rock, Rock, Punk, aku juga suka lagu Rock, dan lagu Jazz. Tetapi favoritku adalah Jonas Brothers. Lagu – lagunya membuatku semangat.” Jelasku.
“Wow, aku terkejut, omong – omong, kenapa kau ada disini?”
“Mencari udara segar. Hmm, aku punya lengkap koleksi alat musik, kalau kau mau, kau bisa pinjam gitarku, tetapi berjanjilah, untuk menyanyikanku sebuah lagu. Okay?” David hanya menganggukan kepalanya, aku merasakanhawa Xavier, kenapa aku baru merasakannya sekarang, secara logika, harusnya kalau ia memang mengikutiku, aku merasakannya dari tadi. Lalu aku menengok kebelakang, aku sempat melihat tampangnya, ia seperti orang yang sedang kesal, lalu hawanya hilang, sepertinya ia pergi.
Lalu aku berjalan – jalan sebentar dengan David. Kami mengobrol – ngobrol, ternyata David nyaman juga kalau diajak berbicara, ia juga pernah belajar jurus – jurus ninja saat berumur 7 tahun, jadi ia tahu beberapa. Berbeda denganku yang dari umur 4 tahun sampai umur 18 tahun terus mempelajari dan berlatih. Gila memang kalu kuingat masa kecilku, masa kecilku? Lalu tiba – tiba seperti muncul lagi, bayangan masa kecil. Lalu aku bertanya, “berapa umurmu?” lalu David menjawab, “18 tahun, aku sebenarnya ingin melanjutkan sekolah musikku disini.” Aku hanya menganggukan kepala. Kalau membicarakan masa laluku, kalau dipikir – pikir, aku sudah lama tidak bertemu dengan Alessandro. Terakhir aku menemuinya di Moscow. Saat membantu para vampire kanibal yang seakan kerasukan iblis. Bahkan mereka seperti menciptakan klonling vampire, banayk sekali musuh saat aku bertarung di Moscow, kalau mengingatnya sangat menyeramkan sekali, aku hampir mati saat bertarung di Moscow, untung warga Paris tidak terlalu dirsahkan oleh komplotan Ernesto, Silver, Venn. Keluarga Silver dan Venn sudah seperti iblis, kalu Ernesto seperti setan, mereka lebih dari itu. “Natalie, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? Biasanya kau bersama Xavier, kemana dia?”
“Memangnya aku harus selalu bersama dia?”
“Tidak juga sih, ku pikir, Xavier itu kekashimu, ternyata bukan.”
“Hah? Dia adalah partner yang baik, bukan berarti dia kekasihku.”
“Ups, maaf, aku menyangka begitu bukan tanpa alasan, Xavier, saat ia menatapmu, rasanya berbeda saja, walau kau biasa saja menatapnya.”
“Memangnya ia menatapku seperti apa? Jangan berlebihan, ia itu memang fokus dan teliti. Lagi pula, kurasa ia saudaraku.”
“Maksudmu?”
“Sudahlah lupakan, aku sudah menganggapnya sebagai saudaraku sendiri.”
Sisi Xavier…
Hmm, saudara ya, tidak masalah, maaf Natalie, aku sudah berbohong padamu. Inilah misiku. Misi dari ibumu, untuk melindungimu selalu, sejak tadi aku selalu mengikutimu, aku rela berlatih keras hanya untuk melindungimu, karena itu tugasku. Sebenarnya, sejak dulu, aku selalu melindungimu, bukan hanya sekarang saja, sejak kau masuk sekolah lanjutan tingkat pertama, lalu saat kau masuk sekolah menengah pertama, bahkan saat masa itu, aku sempat hampir mati karena melindungimu, tanap ketahuan olehmu, tanpa kau sadari, semua yang kulakukan, untuk melindungimu.
Aku rela, kehilangan masa mudaku, demi kau, aku rela menolak semua wanita yang menginginkanku demi kau, aku rela tidak menjalin kasih dengan wanita, itu juga demi kau. Aku rela melakukan semuanya, untukmu. Semuanya kulakukan untuk menyelamatkanmu, karena kau adalah calon pemimpin vampire generasi selanjutnya. Aku rela melakukan semuanya, bahkan aku rela jatuh cinta padamu. Sejak kecil, aku sudah menyukaimu, tetapi semakin lama, aku semakin hanyut pada perasaanku, semakin tumbuh dewasa, semakin aku jatuh hati padamu. Aku rela mati untukmu, bahkan aku rela disiksa olehmu, karena tugas terberatku adalah mengajarimu, agar kau lebih memiliki perasaan. Kau tahu Natalie? Betapa susahnya diriku untuk bersabar menanganimu? Tetapi aku rela, sejujurnya, semua kulakukan bukan karena misiku, aku, aku rela melakukan semua ini karena aku memang mencintaimu.
Tetapi, untuk mendapatkanmu, rasanya tidak mungkin, karena kemungkinan untukmu jatuh cinta sangatlah tipis, aku bahkan masih ingat perkataan Megan sebelum kita pergi ke Bali,
Sebelumnya…
“Xavier, jagalah anakku, aku tahu, selama ini kau sudah jatuh hati padanya, iya kan? Tetapi ini demi kebaikanmu, Xavier, kau tahu kan, Natalie itu seperti apa, kemungkinannya untuk jatuh cinta sangatlah tipis, kuharap kau mengerti, karena setelah semuanya berakhir, kusarankan kau menjauhi anakku.” Jelas Megan.
“What?”
“Sudah kuduga reaksimu seperti itu, baiklah, aku tidak memaksamu, tetapi, aku tidak tega melihatmu seperti ini, dari kecil, kurasa jika kau menjauhi anakku, kau akan bebas, Xavier.”
………………………………………………………………………………………………………
Masih teringat jelas perkataannya, Natalie, aku bahkan tidak yakin kau akan jatuh hati padaku, vampire sepertimu, karena sejujurnya, gen yang ada dalam dirimu sudah hancur. Itu sebabnya, sifatmu tidak beraturan.
Ya, aku, obsesiku untuk memilikimu, setiap aku bersamamu, rasanya seperti ingin mati saja, karena aku tidak yakin apakah aku tetap bisa melihatmu? Suatu kehormatan rasanya melihatmu tersenyum, karena aku tidak yakin, apakah senyumanmu yang kau berikan padaku, akan menjadi senyuman terakhirmu? Wanita yang jarang tersenyum sepertimu mampu meracuni hatiku, mampu menusuk tulangku, dingin sekali rasanya, tersiksa setiap hari, aku hanya bisa menahan diriku, untuk memilikimu. Sial, andai saja kau tidak diracuni waktu itu, andai saja pemberontakan yang haus kekuasaan ini tidak terjadi, mungkin, mungkin aku dapat memilikimu semudah membaikan telapak tanganku.
Kau bahkan dapat menjadi vampire yang normal dan ceria, tidak seperti sekarang, vampire yang gelap dan penuh dendam, vampire yang haus akan membunuh, vampire yang dapat membunuh dengan mudahnya, lalu tersenyum bila melihat korban yang mati ditangannya. Rasanya aku seperti jatuh cinta pada monster, dan aku harus menerima kenyataan ini. Aku bahkan belum dapat mengubahmu 100% sesuai harapan ibu dan ayahmu, maaf Natalie, sejujurnya aku tahu siapa ayah biologismu, pria yang menghamili ibumu, dan kau tahu? Aku sungguh tersiksa akan kebohongan ini, akan wajah palsuku, yang selalu mengikutimu. Mungkin aku bodoh, karena aku rela menyiksa diriku seperti ini, rela menyiksa batinku seperti ini…
Maafkan aku, Natalie…
Maafkan aku…
Lalu tiba – tiba Natalie menengok kebelakang, ia seperti merasakan bahwa ada seseorang yang mengikutinya, ya mungkin ia tahu aku mengikutinya, lalu ia berkata, “David, apa kau mau kembali kerumah sakit?”
“Ya, hari sudah sore, ayo kembali.” Jawab David.
Mereka ingin kembali, aku harus mendahului mereka, aku harus membuat Natalie mengira aku tidak mengikutinya. Lalu aku berlari sekencang mungkin, aku harus lebih dahulu sampai dirumah sakit, walau aku tahu jarak dari sini kerumah sakit tidaklah dekat, tapi aku vampire, lariku jauh lebih kencang dari pada manusia, kurang lebih 5 menit aku sudah sampai, lalu aku langsung menuju keruangan Edwin. Disana ada Farrell dan Amelia. Aku mengetuk pintu, lalu masuk. Natalie dan David belum sampai. “Wow, Xavier, kukira kau bersama Natalie?” Tanya Farrell, aku hanya menggelengkan kepala, “apa kau melihat David?” Tanya Farrell lagi, “memangnya dia pergo kemana?” Tanyaku balik.
Lalu tiba – tiba seseorang membuka pinta, “Aku disini,” katanya, rupanya David, “whoa, kau dari mana saja David?” Tanya Edwin. “Mencari udara segar, dan aku juga mendapat banyak uang receh.” Jawabnya.
“Mengamen lagi?”Tanya Farrell, David hanya mengangguk, sepertinya memang David berpengalaman mengamen. Aku hanya tersenyum, tetapi dimana Natalie? “Jika kau mencari Natalie, ia, sejujurnya aku juga tidak tahu dia dimana, walaupun secara teknis ia bersamaku tadi.”
“Secara teknis? Maksudmu kau tadi bersama Natalie?” Farrell berbicara lagi.
“Ya, sejujurnya tadi kami tidak sengaja bertemu ditaman dan ia menantangku mengamen, ya kulakukan, lau kita mengobrol sebentar dan saat aku sampai ke kamar ini, ia yang tadinya ada disebelahku…”
“Intinya tidak ada kan?” kata Farrell. David hanya mengangguk dan tersenyum bodoh. Dimana Natalie? Biasanya disaat seperti ini, dia, mungkin saja.
“Kau tidak mencarinya Xavier?” Tanya David.
“Eh?”
“Iya, maksudku, sebaiknya kau mencarinya, karena, sepertinya ia sedang stress, carilah dia Xavier.” jawab David. Lalu aku segera keluar dan mencarinya, aku mencari mobilnya di tempat parkir dan mobilnya tidak ada. Mungkinkah ia ketempat itu? Aku segera keluar dan sialnya ada kecelakaan, aku terpaksa berlari sekuat tenaga, ya berlari ala vampire.
Dengan secepat kilat aku mulai berlari, ketempat itu.
Hawa ini, firasatku tidak enak, lalu saat sampai di pintu gerbang Jetsetter Residence aku bertanya kepada keamana disitu, dan katanya ya, Natalie sudah datang 5 menit yang lalu. Lalu aku meminjam motor keamanan tersebut, dan segera menuju tempat itu.
Lalu aku sampai di danau didaerah Forbidden Hills, ya, itu disana ada danau buatan yang sangat jernih, biasanya memang kalau Natalie sedang banyak pikiran, ia pasti kesini.
Lalu aku berhenti, dan what the hell? Natalie baru 5 menit masuk kesini dan ia sudah hampir menghancurkan daerah ini.
Aku segera menghentikannya, ya rumput – ruput mulai tertata tidak rapih, pohon – pohon berantakan, bahkan ada yang tumbang, dan ia bersikap seperti monster.
“Enough Natalie, Natalie…” kataku yang segera berlari menenangkan dirinya, aku langsung menangkapnya dari belakng dan mengunci tangannya, Natalie yang berteriak seakan kerasukan setan, ya jika kondisinya tidak stabil ini yang terjadi. “Natalie, cukup sudah, Natalie, please…” kataku. Aku benar – benar sedang menenangkan vampire yang sedang sakit jiwa. Natalie benar – benar kehilangan akal sehatnya kurasa. Natalie lalu mulai mengambil nafasnya, dan mulai tenang, apakah dia menyadarinya, kalau aku sedang memeluknya wlau dari belakang?
Apa yang kupikirkan? Aku harus professional akan ini. “Say something.” Kataku, “ah, hah, hah,” Natalie seperti mengambil nafas dengan paksa selayaknya orang yang menangis, tetapi dia tidak memangis, “apa yang baru saja aku lakukan?” kata Natalie. “Seperti yang kau lihat, kau baru saja memulai mengacak – acak. Untung aku segera datang.”
“Ini, ini terjadi lagi?”
“Maksudmu?” aku pura – pura tidak tahu, yah al ini pernah terjadi sebelumya, dan di hari itu, dia hampir mengnacurkan rumanhnya. Disaat itu ibunya yang menenangkannya. “Aku pernah melakukan hal ini tanpa sadar sebelumnya, Xavier, apa yang terjadi padaku?”
Aku diam saja, ya mungkin ia memang sudah tenang. Lalu aku sedikit melemaskan tanganku yang menahannya, lalu Natalie balik badan dan mendekap padaku, ia seperti seseorang yang sedang ketakutan dan kedinginan, tangannya menyentuh pundakku, dan berkata “tolong aku, tolong aku, tolong aku…”
“Natalie, kau aman sekarang, okay, kau bisa pulang dengan tenang.”
“Bolehkah aku mengatakan sesuatu, yang kubutuhkan hanyalah berbicara.”
“Lebih baik kita duduk dulu,” lalu ia melepasku dan kami duduk, lalu ia mulai berbicara lagi, “aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku menyadarinya, aku memang sangat tidak berperasaan, aku sendiri bingung kenapa,”
“Aku, tidak tahu, suatu saat pasti kau bisa merubahnya.”
“Ibuku, dia tidak pernah mengatakan apa – apa kepadaku, kau tahu bagaimana rasanya? Rasanya seperti tidak punya orang tua, sama saja, aku hanya penerus bisnis – bisnisnya, dan ia tidak pernah memikirkan perasaanku,” lalu ia menghela nafas, lali ia menyandarkan kepalanya dipundakku, apa? Ia menyandarkan kepalanya dikepalaku, kenapa aku ini? Lalu ia lanjut berbecara, “terima kasih ya, kau baik sekali Xavier, kau tahu bagaimana rasanya? Bagaimana rasanya diacuhkan oleh orang tuamu sendiri?”
“Sama – sama Natalie, aku akan selalu menemanimu, kau tidak perlu khawatir, kau tidak sendirian.”
“Huh? Xavier, siapa kau sebenarnya? Rasa tanggung jawabmu terhadapku, apa benar, apa benar kalau kita punya hubungan darah? Apa benar kau saudaraku? Xavier jawab aku.”
No comments:
Post a Comment