5. Edwin Burney aka Edwardian Fadel Burney
“Membantu anda? Bantuan seperti apa?” Tanya Xavier.
“Bawa Edwin berserta kakak – kakaknya meninggalkan Bali. Aku percaya dengan tenaga dan kemampuan Hercules Natalie, anak – anakku akan aman, terutama Edwin.”
Sisi Edwin…
“Edwin, maaf tuan, ada Ravi mengunjungi tuan.” Kata Maia. Aku lantas menghampiri Ravi, sahabatku. Dulunya kami suka bermain di Bandung, lalu 3 tahun lalu aki pindah ke Bali, kebetulan ada keluarga Ravi yang di Bali, jadi kita tetap bersama. Dan Ravi juga vampire, tapi dia bukan vampire murni, dan kulitnya pun sawo matang berbeda denganku yang benar – benar barat. Tapi kupikir tampangku masih ada Indonesia-nya. “Edwin, ayo main.” Kata Ravi dengan bahasa Indonesia, ternyata ada gerombolan anak kampung yang diajaknya. Lalu aku menghampiri mereka, dan tentu kami bermain bola, ya itulah hobby-ku. Seperti biasa Maia mengfikuti kami, Maia bisa menjadi wasit. Maia juga sangat ramah dengan teman – temanku. Kami terbiasa dengan bahasa Indonesia, dari semua yang bermain bola, hanya Ravi yang berbahasa Inggris. Lalu kita mulai bermain, untng saja aku belum melepas sepatuku, jadi tidak perlu memakai sepatu lagi.
Permainan dimulai, kali ini aku dapat jatah jadi penjaga gawang. Entah kenapa aku tidak bisa konsentrasi, aku semerti melihat danau didepanku, lalu aku bermain disitu, dan ah, kepalaku pusing, lalu Ravi berteriak, “Fadel, awas,” dan GOL! Ini untuk pertama kalinya aku kebobolan. Ya disini aku biasa dipanggil Fadel. “Hey, what’s wrong with you? Edwardian?” Tanya Ravi, “Please don’t called me like that. I’m fine.” Aku sendiri tidak yakin ada apa dengan diriku, “aku tahu kau kurang baik, kenapa? Melihat sesuatu lagi? Apa ini tentang Amelia?” kata Ravi dengan nada bercanda, “hey, Amelia ada di Inggris sekarang, jangan kau sebut namanya. Ayo mulai lagi!”
Amelia adalah cinta pertamaku, ya dia vampire juga, rambutnya pirang matanya coklat terang, dia cantik sekali, hey! Kenapa jadi ada Amelia dipikiranku?
Lalu kami mulai lagi. Kali ini aku harus lebih berkonsentrasi.
Lalu setelah permainan berjalan, kami berhasil menyamai kedudukan menjadi 1 – 1. Ya Ravi berhasil mencetak gol. Setelah berjalan 30 menit, kami lelah, dan akhirnya pertandingan berakhir. Lalu Ravi main dulu kerumahku, “Fadel, hmm,” kata Ravi saat perjalanan pulang, “what?” Ravi lalu menggelengkan kepalanya. Apakah dia merasakan bahwa kita akan segera berpisah? Entah kenapa aku merasa aku akan pergi jauh. Lalu tak lama kami sampai dirumah, lalu masuk, dan Ravi melihat Natalie berjalan, lalu aku memperhatikannya, sepertinya Ravi menyukai Natalie, lalu Ravi berbicara bahasa Indonesia padaku, “Fadel, itu Natalie Clyde kan? Cantiknya, huft.”
“Naksir? Gue kasih tahu ya, dia tuh sadis banget.”
“Iya, tahu, yakin lo sob? Sumpah cantik banget! Dia udah punya cowok belum?”
“Belum sih, HTS (Hubungan Tanpa Status) kayanya iya sob,”
“HTS? Sama siapa? Yah, gak apa – apalah. Selama belum pacaran ini.”
“Yakin lo? Liat tuh cowok? Saingan lo kaya gitu, gue gak yakin deh sob.” Lalu aku menunjuk kearah Xavier, yang jauh lebih tampan dari Ravi.
“Yah, susah sob, rambut dia pirang, tinggi pula, kulit putih badan? Wah dibandingkan gue, gue jauh lebih kerempeng, gak jadi deh bro, susah.”
Lalu Natalie melihat kearah kami, “what are you looking at? Edwin? And who are you?” lalu Natalie menghampiri kami, lantas kami berbahasa Inggris kembali, “Natalie, ini Ravi, dia kawanku.” Kataku, “Ravi.” Kata Ravi sambil menyodorkan tangannya, lalu mereka berjabat tangan, “Natalie. Rupanya kau ada tamu ya Edwin, lain kali saja bicaranya.” Kataku. Xavier hanya melihat dari jauh. “Eh, kalau memang ada perlu tidak apa – apa, lebih baik aku pergi.” Kata Ravi, “Eh jangan, Ravi, kau ikut saja, tidak apakan?” Tanyaku pada Natalie, “Tidak masalah, ayo ikut aku.” Kata Natalie, “dan Mrs. Friedlander juga ikut.” Kataku, Maia hanya mengangguk saja.
Lalu kami menuju ke ruang kerja Adriano, ya ruang kerja ayah.
“Edwin, kemana saja kau, oh ada Ravi juga. Ayo duduk – duduk.” Kata ayah.
“Ada apa ayah?” Tanyaku penasaran. Disaat aku penasaran, Ravi hanya melihat Natalie yang sedang serius, lalu wajahnya agak jengkel karena Xavier duduk disebelah Natalie. Dasar. “Begini Edwin, hmm, kau harus ikut Natalie pulang ke Inggris, Farrell, Scarlett dan Maia juga ikut, kecuali ayah dan ibu yang memang harus menyelesaikan urusan disini, juga Wanda yang harus melanjutkan ilmu kedokterannya di Jepang.”
“Enak sekali Wanda, dari Jerman langsung ke Jepang. Jadi gossip dia berkerja di suatu perusahaan alat kesehatan itu benar?” kataku.
“Yah Edwin, jadi kita?” sepertinya Ravi terdengar sedih.
“Tak apa, kita tetap bisa saling berkomunikasi, kalau kau ikut, bisa bahaya, ingat ceritaku? Aku akan selalu menghubungimu.” Kataku pada Ravi tentu masih dengan bahasa Inggris. Maia juga ikut? Kalau dari raut wajahnya sepertinya ia ingin pulang kampung.
“Sudah itu saja? Kalau begitu aku ingin melakukan perawatan kaki, Ravi kau mau ikut?”
“Perawatan kaki? Maksudmu?” Ravi bingung.
“Maksudnya adalah luluran, spa? Iya ka Edwin?” kata Natalie.
“Luluran? Edwin masa laki – laki luluran?” protes Ravi.
“Kalau kau cinta kakimu, berilah dia perawatan yang maksimal, aku tidak mau asuransi kakiku harus keluar karena kakiku jelek.”
“Kau mengasuransi kakimu Edwin? Oh brother.” Kata Xavier. ayah hanya geleng – geleng kepala, Maia hanya tertawa kecil, dan wajah Natalie sepertinya menampilkan wajah heran, Ravi? Dia sepertinya shok. Apa salah jika aku memberikan perawatan yang maksimal pasa kakiku?
“Tidak, tapi kau berlebihan, kau kan laki – laki, Edwin, jangan sampai aku memanggilmu Edwina.” Kata Natalie, pasti dia membaca pikiranku. “HAHAHAHAHAHAAAA EDWINA!!!!!” Ravi tertawa terbahak – bahak mendengarnya. Ya Edwina adalah pacar Ravi, makanya sekarang ia suka memanggilku Fadel atau Edwardian.
Aku hanya menggeleng – gelengkan kepala lalu keluar menuju ke kamar. Dan disitu sudah ada orang untuk me-massage kakiku. “Tunggu Fadel.” Kata Ravi, lalu saat Maia ingin keluar, ayah menahannya, “sebaiknya kau tetap disini, Mrs. Friedlander.”
Sisi Natalie…
Lalu Edwin pergi. Dan Maia tetap disini. Maia memang terlihat seperti ibu – ibu yang sayang pada anaknya, maksudku, saying kepada Edwin, tergambar jelas diwajahnya dan aku sempat membaca pikirannya beberapa kali. “Mrs. Friedlander, saya tahu, anda sudah bekerja disini mulai dari Farrell lahir. Kau menjaga kandungan istriku dengan baik pula, saya, saya tidak ingin kau mati. Jadi ini keputusanmu, kau mau kemana, kau mau ikut Edwin ke London, atau pulang ke Malibu?” Tanya Adriano.
“Miami, maaf saya tinggal di Miami bersama orang tua saya.” Jawab Maia.
“Maaf, maksud saya Miami.” Kata Adriano.
Miami? Keren sekali, aku membaca pikiran Maia, iya ingin sekali pulang kampung. Sepertinya memang keluarganya berkerja di pantai.
“Tidak. Saya akan terus menjaga Edwin. Lagi pula kemarin kan saya suah pulang, jadi tidak apa – apa.” Jawab Maia.
“Maia, kemarin? Itu 2 tahun yang lalu, Maia, saya tahu kau butuh rumah. Anda rindu dengan saudara – saudara anda, tapi saya mohon, kau jangan memaksakan diri.” Bantah Adriano.
“Itu terjadi lagi, saat Tn. Muda Edwardian bermain futsal, ia seperti melihat sesuatu lagi. Dan saya takut, saya merasa harus tetap menjaganya.” Jawab Maia seperti ketakutan.
“Tenang Mrs. Friedlander, saya akan menjaga Edwin dengan baik. Anda tidak perlu khawatir.” Kataku, sepertinya Maia sedikit lega, “bukankah itu akan merepotkan anda, Miss. Clyde?” lanjut Maia.
“Percayalah pada kami, kami akan melakukan usaha sebaik mungkin untuk menjaga Edwin karena itu juga merupakan dari tugas kami,” lajut Xavier meyakinkan.
“Tapi, apa tidak apa – apa? Ini tugas saya, saya takut merepotkan.” Maia membantah. “Tidak apa, Maia, kau tidak perlu meragukan mereka, mereka sangatlah handal. Jadi saya sarankan anda pulang kampung.” Tegas Adriano.
“Baiklah, kalau itu yang Mr. Burney inginkan, saya akan ikuti kemauan tuan.”
Maia hanya menurut saja. Walau wajahnya merana sekali, lalu Maia berkata, “kalau begitu saya permisi, Mr. Burney.” Lalu Maia keluar.
“Kau dengar itu Xavier, ‘asuransi kaki’ huahahahahahahahahaaa…” aku tertawa puas, karena geli. Xavier hanya tersenyum. Adriano sepertinya malu, tapi ia tertawa juga. “Adriano, anakmu benar – benar gila. So, kapan kami membawa anakkmu ke London?”
“Mungkin lusa. Kau tidak perlu membeli souvenir, untuk Mirabella, ibumu yang gila belanja itu? Aku sudah menyiapkan segala bentuk cendra mata, karena waktumu di Bali tidak banyak.” Kata Adriano, ya aku sadar aku di Bali, makanya aku memakai tank top dan sneakers, serta hot pans.
Lalu tiba – tiba Maia masuk secara tiba – tiba, “Tuan dan Nyonya yang ada disini, maaf tapi, Edwin mwnghilang!”
“What the hell? Ayo kita cari dia!” kata Xavier, aku hanya menangguk. Lalu Adriano melempar kunci mobil padaku, “aku sudah menduga akan hal ini, ini, pakailah, dilengkapi GPS, dan alat pelacak, kalian akan mudah menemukan Edwin,” lalu kulihat lambing mobilnya, Lamborghini.
Wow, berarti keluarga Burney memang kaya, nanti akan kutanyakan jumlah mobil keluarga ini, apa lebih banyak dari jumlah yang ada di museum mobil milikku?
Aku dan Xavier lantas lari menuju pintu masuk diluar, dan benar, sudah ada Lamborghini berwarna perak diluar, langsung dari jauh kunyalakan mesinnya. Aku lantas menaikinya dan ternyata aku beruntung, aku yang menyetir, lantas Xavier menyalakan GPS. Lalu berangkat, Xavier mengatur agar GPS itu mengarah kearah dimana Edwin kabur. Lalu kami melaju dengan kencang, mensalip – salip mobil yang menghalangi perjalanan, bahkan saat lampu merah-pun kuterjang dengan santainya, sampai akhirnya, semakin dekat, semakin dekat dengan letak Edwin berada. Lalu aku berhenti disebuah ruko. Lalu aku parkir dan turun, lalu menuju lantai atas ruko tersebut.
Sisi Edwin…
“Fadel, lihat itu,” Ravi menunjuk kearah Natalie dan Xavier yang mulai menaiki ruko, ya aku dan Ravi sedang berada di warung internet. Lalu aku segera bayar dan tidak mempedulikan game online yang sedang kumainkan, dan kabur. Saat Natalie dan Xavier sampai, kami bersembunyi dibawah meja yang kosong, lalu disaat mereka lengah, aku dan Ravi kabur kebawah, lalu Natalie dan Xavier menyadarinya dan mengejar kami. Kami mulai berlari, dan turun, lalu berbelok dan berlari melewati gang kecil. lalu kami berpencar, aku kearah kiri, dan Ravi kearah kanan. Aku sempat menengok kebelakang, dan ternyata unfortunately Natalie yang mengejarku. Aku menambah kecepatanku, tapi bagaimanapun juga, dia Natalie, sangat susah menghindar darinya, aku benar – benar bingung, lalu aku melakukan hal gila, aku melompati pagar rumah orang, dan masuk kedalamnya, dengan wajah santai, Natalie mengikutiku lebih mudah. Aku masuk rumah itu, dan tentunya pemilik rumah itu kaget. Dan aku melihat tangga, lalu menuju lantai atas, lalu aku membuka salah satu pintu kamar, aku tidak bias kabr lewat situ, lalu kamar ke dua, sampai kamar ke lima, disitu ada jendela dan jendelanya tidak dipasang tralist. Aku masuk, dan membuka jendela itu, ternyata dikunci, aku tending paksa kacanya dan pecah, lalu aku melihat kebawah, dan ternyata jalan raya.
Aku harus siap, lalu aku melompat kebawah, hampir saja aku tertabrak mobil, dan menyebrang kedepan, lalu aku melihat kebelakang, tentu Natalie melompat dengan santainya, dan kembali mengejarku.
Sisi Xavier…
“Mau lari kemana kau, Ravi?” tanyaku pada Ravi, karena Ravi terjebak dijalan buntu. Dengan mudah aku menangkapnya. “Maaf, ini ide Edwin. Dan aku hanya menurut saja.” Kata Ravi, padahal aku belum bertanya. “Okay, santai saja, akutidak akan memarahimu. Sekarang aku hanya ingin berbicara padamu. Bagaimana?” kataku sambil menjulurkan tanganku, ya mungkin Ravi takut, itu sebabnya ia duduk dipojokan. Lalu ia meraih tanganku, dan aku membawanya ke mobul dan bertanya beberapa hal mengenai Edwin padanya.
Sisi Edwin…
Huh, huh, huh, aku sudah lelah, banyak sekali pepohonan didaerah ini. Aku takut kalau aku kepanasan, kulitku bias terbakar, karena aku baru sedikit mengoleskan tabir surya. Bagaimana ini? Aku panik, sepanik-paniknya. Lalu aku mulai merasa aneh dengan jalur pelarianku, aku mulai merasakan pasir? Sebentar, lalu tak lama, aku bertemu dengan hal yang paling aku hindari hari ini, ya pantai, entah pantai apa ini, aku tidak peduli, aku tetap berlari, anehnya aku berlari lurus kedepan, dan menuju air. Sebentar? Kenapa aku lari kesini? Mau tidak mau aku harus berenang?
Sial, lalu aku semakin mendekati air, dan voila, aku berenang, tapi kenapa aku merasa, matahari akan terbenam ya? Aku lupa, tadi kan aku kabur bersama Ravi pada saat sore hari? Betapa kasihannya aku harus berenang pada malam hari?
Lalu pada saat aku berenang, aku melihat sesuatu, ini berhubungan dengan aku? Aku melihat air dengan penuh darah, darahku? Sebentar, aku, aku…
………………………………………………………………………………………………………
Sisi Natalie…
Sebentar, Edwin dia… pingsan? Dia pingsan didalam air? Sungguh merepotkan.
Lalu aku menyelam kedalam, untung haribelum terlalu gelap, jasi aku masih bisa melihat dengan jelas. Lalu aku meraih Edwin, dan membawanya kedaratan. Sepertinya aku juga tidak perlu memberi nafas buatan.
Lalu aku sampai kedaratan, dan aku meraa sakuku mengambih ponselku, tunggu tadi kan aku berenang, pasti ponselku basah, tunggu aku tidak membawa ponsel, bagaimana ini? Xavier, Xavier aku butuh pertolonganmu, “Edwin, wake up! Xavier, huh, huh, Xavier where are you, XAVIER…”
“It’s alright, I’m here Natalie.” Kata Xavier, aku menoleh kesamping dan disitu ada Xavier yang sedang berdiri bersama Ravi, lalu Xavier melihat keadaan Edwin, “kenapa bisa basah – basahan seperti ini? Untung saja ponselmu tertinggal, kan rugi kalu terkena air.” Kata Xavier sambil memeriksa denyut nadi Edwin.
“Itu tidak penting, bagaimana kau tahu aku ada disini?” tanyaku, lalu Ravi menunjukan sebuah benda yang menuntun mereka, ya GPS. Seperinya ia mencabut GPS mobil dan mengikuti petualanganku mengejar Edwin.
Lalu tak lama Edwin bangun, “Edwin, kau tidak apa – apa? Kukira kau sudah tewas.” Spontanku. “Edwin, apa itu terjadi lagi?” tanya Ravi.
“Ya, sepertinya, sekarang aku sudah tertangkap, dan aku, well, silahkan bawa aku ke London.” Kata Edwin pasrah.
“Kenapa? Kenapa kau tidak mau pergi ke London bersama kami?” tanya Xavier.
“Kalian pikir, aku mau ikut? Aku tidak mau mati dengan cara yang menyakitkan.” Jawab Edwin.
“Wow, menyakitkan? Maksudmu?” tanyaku.
Kami diam, lalu Edwin bangun, “hari ini cukup, ayo, aku mau pulang.”
Lalu kami pulang, walau tidak ada pimtu belakang, setidaknya Ferrari ini memiliki kursi belakang. Kali ini Xavier yang menyetir.
Tampang edwin sangat tidak wnak untuk dilihat, Ravi hanya ketakutan. Padahal ini semua salah Edwin dan Ravi tidak perlu dihukum. Lalu tak lama kami sampai, dan Ravi, pulang kerumahnya, rumah Ravi dan Edwin tidak jauh.
“Edwin, kau dihukum, kau tidak boleh melakukan spa kaki selama 3 bulan!” bentak Scarlett. Edwin hanya diam, tetapi ekspresinya jelas – jelas melawan.
“Edwardian, kau harus ikut dengan Natalie dan Xavier.” Kata Carlotta, “Farrell dan david juga akan ikut, untuk menemanimu bermain futsal.” Lanjut Carlotta lagi dengan penuh senyuman, “WHAT???” kata Farrell dan David kompak.
“Oh, please.” Kata David pasrah dengan tampang juteknya. “Haruskah kita ikut, hanya untuk menemani Edwin yang sama sekali tidak peduli dengan hidupnya? Scarlett, apa dia ikut?” tanya Farrell.
“Scarlett akan itut, tapi nanti. Kalian harus pindah, memangnya masalah besar kalau kalian ikut? Mrs. Friedlander harus istirahat. Jadi kalian harus menjaga adikmu ini.” Lanjut Carlotta dengan lembut tetapi tegas. Wajah Carlotta yng tanpa dosa mendadak menjadi menyeramkan.
“Wanda? Ia tidak ikut?” tanya David. “Dia harus melanjutkan studinya ke Jepang. Kalian akan aman bersama Natalie. Rumah Natalie jauh lebih besar dari rumah kita ini, kalian bisa tinggal disana.” Jelas Adriano, “dan kalian akan berangkat besok, dan untuk medical check up Edwin, akan dilakukan di Inggris.” Tambah Carlotta.
“Medical check up, again???” tanya Edwin. “kau pingsan lagi, dan kondisi kejiwaanmu juga harus diperiksa, well, secara teknis kau tidak gila, tetapi ini demi kebaikanmu.” Jelas Carlotta.
“dr. Maryanne Osborne. Dia yang akan melayanimu kesehatan jiwamu, adikku tersayang, itu rekomendasi terbaik dari Mirabella Clyde. Ibu Natalie.” Jelas Scarlett nada yang jutek.
Suasana menjadi hening, sepertinya mereka memang tidak akur, atau sebaliknya, lebih baik kutanya Farrell, dia yang paling tua disini, “Farrell, bisa bicara sebentar?” tanyaku. “Eh, tentu Miss. Clyde, mari ikut denganku.” Kata Farrell, lalu ia mengajakku ketempat yang lebih privasi.
Lalu kami sampai di kolam renang, ya lebih baik bocara disini, “okay, apa yang ingin anda bicarakan, Miss. Clyde?” tanya Farrell.
“Natalie saja, hmm, apa kalian, kalian semua tidak akur?”
“Bukan seperti itu, tetapi terkadang Edwin suka tidak tahu terimakasih.”
“Hah?”
“Maksudku, ia suka bertindak seenaknya, padahal kita sudah memberinya perhatian yang cukup baik.”
“Sekarang aku mengerti, itu sebabnya, kalian menyewa dr. Osborne.”
“Okay, terima kasih atas perlindunganmu terhadap keluarga kami, jujur, aku sangat menghargai kebaikan kalian.”
“Asal kau tahu Farrell, berterimakasihlah pada ibuku dan departemen vampire, mereka yang membantumu, bukan aku, dan aku bukan makhluk yang baik hati.”
“Ya, aku tahu, tapi setidaknya berterima kasih padamu dapat diartikan bahwa aku menghargaimu, Natalie.”
Aku hanya tersenyum licik dan berkata, “aku hargai itu, terima kasih atas penghargaanmu, Farrell, aku permisi dulu.”
Lalu aku pergi. Appreciation. Mungkin aku harus belajar menghargai makhluk lain. Llu saat perjalanan kekamar, aku bertemu Xavier, wow, aku baru menyadari kalau dia mempunyai tampang yang enak dilihat (maksud: tampan, Natalie masih belum bisa membedakan mana yang tampan atau mana yang enak dilihat) dan, aku baru menyadari kalau ia memakai kemeja garis – garis, dan berantakan, lalu ia memakai jas atau jaket ya aku tidak tahu lah apa itu, dan kerah kemeja itu diluar? Aku tidak pernah terpikir akan model seperti itu, dan dasinya, dasinya berantakan, aku suka penampilannya.
“Wow,” kataku dengan wajah seperti orang bodoh.
“Apa? Ayo istirahat, besok kita akan kembali ke Inggris. Natalie kau tidak apa – apa?” kata Xavier, anehnya ia tetap wangi. Aku bingung harus berkata apa.
“Xavier, hmm, menurutku, hmm, pertahankan gayamu, aku suka gayamu, ayo istirahat.” Kataku, lalu aku langsung berbalik badan dan menuju kamar, “Natalie, apa maksudmu?” tentu saja Xavier bingung, aneh kalau dia tidak bingung, dan aku diam saja, kenapa aku jadi tegang begini? Sudahlah.
Keesokan harinya…
Aku sudah siap untuk pulang, setelah sarapan, kami berangkat.
Setelah berpamitan dengan semuanya, kami berangkat, tetapi Maia tidak berangkat bersama kami, sepertinya ia masih harus banyak membantu dirumah keluarga Burney. Edwin hanya vemberit sepanjang pesawat, Farrell hanya membaca novel karangan William Shakespeare, wow, Shakespeare, aku suka tulisan – tulisannya, dan David, hanya mendengarkan musik, aku dan Xavier hanya memperhatikan keadaan sekitar. Setelah berjam – jam kami dipesawat, akhrinya sampai di London pada sore hari. Supirku sudah menuggu dan kami pulang kerumah.
Saat sampai dirumah, kai disambut dengan ibuku tanpa nenekku, berarti nenekku masih berada di Paris. Lalu para pelayan segera membawa barang – barang kami, kecuali Xavier, karena ia langsung pulang kerumahnya.
Lalu aku segera istirahat, dan mama meberitahuku bahwa Edwin besok ada medical check up. Lalu kami makan malam dan segera istirahat. Edwin tetap terlihat tidak senang, sedangkan Farrell dan David terlihat santai saja.
No comments:
Post a Comment